Minggu, 23 Februari 2014

Peranan dan Tugas Sebagai Pendeta




 Oleh ; Budianto Sianturi
Apakah Pendeta itu Enak, apakah hanya sekedar ganti baju , mengejar jabatan atau pelayanankah? Atau ada hal lainnnya. Mungkin itu sepintas bayangan dari orang-orang atau bisa saja ada yang bilang menjadi Pendeta itu enak, tenang satu kali seminggu berkhotbah dapat balanjo, disediakan rumah dinas dan inventarisasi lainnya,  terhormat, dituakan , disanjung  dsb. Dalam Tulisan ini  saya akan mengangkat bagaimana sebenarnya Tugas Pendeta, adalah tugas dan tanggung jawab yang sangat besar, kalau kita lihat dari Agenda HKBP butir butir tugas dan panggilan pendeta yang merangkup semua ruang lingkup tanggung jawabnya

Ada banyak tugas (red. tanggungjawab) seorang Pendeta yang dirumuskan dalam 7 point di Agenda HKBP. Saya tidak akan memaparkan semuanya disini tapi secara garis besar Pendeta harus menjadi Gembala yang baik bagi jemaat, panutan, menolong anak-anak,, remaja , dewasa, lansia, menolong orang miskin, motivator, counselor, pengkhotbah, dll. menurut pengamatan pribadi saya tidak mampu melakukan semua ini dengan kemampuan atau kekuatan sendiri. Saya sadar manusia yang lemah, tidak layak, tidak kuat, tidak bisa menjadi teladanlah, namun harus di penuhi oleh Roh Kudus, supaya dapat menjalankan semuanya itu


 Kami dilangsungkan pada tanggal 22 Desember 2013  di HKBP Cinere Resort Cinere , Distrik VIII Deboskab. Ini penantian yang dapat dikatakan relativ panjang karena Test Seleksi LPP III samapai pada Tanggal Penahbisan 3 Bulan, yaitu September – Desember, dan memang sangat menyibukkan sekali  dan juga karena kondisi saat itu adalah Masa-masa Advent dan Natal. Disatu sisi mempersiapkan Natalan di Gereja yang dilayani, disatu sisi lagi memikirkan tarnsportasi , karena jarak kotanya lumayan jauh- Sumut- Jawa. Namun Puji Tuhan semua bias teratasi dengan Kuasa Tuhan ( Tuk do Tuhanta Patupahon angka naringkoti) , Sude do Tupa sian keberangkatan sampai kembai pulang ke Gereja tempatt pelayanan. ( Basa do Tuhani) . Terimakasih Tuhan Engkau telah memberikan apa yang perlu bagi hambamu, saya dan kawan kawan seangkatan pasti mengamininya.  Terimakasih Juga buat Jemaat Yang memberangkatkan kami, secara khusus kepada Jemaat HKBP Wahidin Baru, Resort Wahidin Baru, Majelis dan Pendeta Resort, yang telah memberangkatkan dengan doa. Pada Orangtua, sanak dan Famili tentunya Jauh Sebelum Penahbisan saya bertanya dalam hati ? apakah saya layak menjadi seorang pendeta? Bergumul, dan bergumul. dengan tanggung jawab yang begitu besar. apakah saya bias? Melayani Sebagai Guru Jemaat selama + 15 Tahun apakah itu bukan merupakan suatu jaminan kepastian untuk menerima Tahbisan yang baru itu. Itu menjadi pergumulan yang hebat dalam sanubari saya.   Pasti Pelayanan selama ini akan sangat membantu saya dalam estafet pelayanan kemudian .Dari akhir pergumulan yang hebat tersebut saya hanya mampu berdoa : Tuhan. Bila Engkau Melayakkan, itu akan menjadi Layak. layakkan aku Tuhan menjadi hambaMu, layakkan aku Tuhan menjadi gembala di jemaatMu, layakkan aku Tuhan menjadi seorang Pendeta. Kuatkan aku ditengah pergumulanku dan Engkaulah yang senantiasa menguatkanku... terimakasih Tuhan, berkati dan sucikanlah aku oleh darah putraMu Tuhan Yesus Kristus. Ditengah pergumulan itu saya teringat akan Perkataan Nabi Yesaya Karena itu inilah aku.. utuslah aku Tuhan. Memang tugas Pendeta sangat berat namun sunggguh mulia karena semuanya diberi olah Allah sendiri. Menjadi Raja, Nabi, Imam adalah jabatan Kristus yang diembankan kepada seorang Pendeta. Ini sungguh berat..tapi saya bersyukur Tuhan mau memanggil dan memilih kami  menjadi hambaNya bukan karena kuatku, kelayakanku atau hikmatku tapi oleh karena anugerahNya yang besar. Dan dalam Tulisan Ini saya mencoba menuliskan Apakah Sebenarnya Peran dan Tugas Pendeta Itu?
ARTI DAN MAKNA SPIRITUALITAS BAGI PENDETA
Dalam Sebuah Artikel Pdt Midian KH Sirait M.Th Menuliskan
Sukidi dalam buku New Age-nya mengutip perkataan Schumacher penulis buku Small Is Beautiful : “Segala krisis justru berangkat dari krisis spiritual dan krisis pengenalan diri kita terhadap yang absolut, Tuhan”. Kalau kita renungkan perkataan ini ada benarnya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa Gereja menginginkan supaya Pendetanya berpendidikan tinggi, namun bukan hanya itu satu-satunya yang menjadi syarat utama, tetapi disamping itu harus memiliki spiritualitas ataupu “Marpartondion”. Apabila seseorang Pendeta tidak memiliki spiritualitas yang tinggi akan berakibat fatal terhadap diri, tugas pelayanannya, juga terhadap gereja kita. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita memelihara dan meningkatkan hidup spiritualitas kita sebagai Pendeta yang mengandung arti dan makna penting bagi diri, tugas kita sebagai pelayan, mencakup hubungan kita sesama pelayan. Tidak baik kalau kita hanya menggembalakan anggota jemaat melalui kotbah dan pengajaran, tetapi tidak menggembalakan diri kita sendiri dalam arti tidak memelihara dan meningkatkan hidup spiritualitas kita. Dalam Matius 7 : 29 dikatakan; “Sebab Ia (Yesus) mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat-Ai marsahala do pangajarionna…!”. Yesus ‘marsahala’ karena kotbahNya sepadan dengan hidupNya.
Kalau tidak salah mengingat, itulah sebabnya ompui DR.J.Sihombing(+) pernah mengatakan; “Jamitana i do dihangoluhon, jala ngolunai do dijamitahon”. Banyak hal-hal yang menyebabkan seseorang hamba Tuhan jatuh. Salah satu diantaranya ialah karena dia tidak memiliki spiritualitas yang tinggi, dan tidak memiliki iman yang tangguh sehingga tidak mampu mengendalikan diri dan hawa nafsunya. Memang kita bukan manusia sempurna, tetapi setidaknya kita seharusnya menampilkan seperti itu. Demikian dikatakan oleh Merlin Carothers. Oleh karenanya, sebagai seorang Pendeta yang memiliki spiritualitas yang tinggi kita harus bisa menampilkan diri kita sebagai TELADAN.
Dalam Tata Kebaktian Penahbisan Pendeta dikatakan ; …..Hendaklah menjadi teladan bagi mereka yang dipercayakan bagi saudara. Pendeta tua dapat menempatkan diri mereka sebagai teladan kepda yang lebih muda, dan pendeta yang muda bersikap hormat kepada yang lebih tua misalnya. Supaya kita dapat menjadi teladan, kita harus memandang kepada Yesus, dimana Dia datang bukan untuk dilayani tetapi melayani (Mat.20 : 28, Mark.10 : 45) Selanjutnya, sebagai hamba Tuhan, kita harus mampu menampilkan diri kita sebagai ‘pelopor kasih’. Ompui DR.J.Sihombing(+) dalam ceramahnya pada rapat Pendeta mengutip ucapan Martin Luther; “Ia holong, ido puncu, ido mual ni nasa na targoar hadaulaton”. Didok muse; Sahalak Pandita na so adong holong ido na gabe basir-basir di dirina, ulaonna pe ndang tagamon marparbue. Ai nang pe godang halojaonna, godang parbinotoanna, malo marorganisasi, magopo do sudenai molo so adong holong. Kemudian seorang Pendeta harus mampu menunjukkan sikap yang penuh kerendahan hati. Ketika Yesus membasuh kaki murid-muridNya dengan sukarela dan rendah hati Dia mengambil peran seorang hamba (Yoh.13 : 1-7). Hal ini merupakan contoh bukan saja hanya kepada murid-muridNya tetapi juga kepada para Pendeta. Bagaikan seorang pelayan yang menghidangkan makanan di atas meja, demikianlah Pendeta menghidangkan makanan rohani anggota jemaat melalui pemberitaan firman Tuhan Allah.
TERCIPTANYA HUBUNGAN YANG HARMONIS ANTAR PELAYAN
Sejak dahulu sudah merupakan suatu kommit, bahwa hubungan sesama Pendeta HKBP adalah didalam hubungan “PARHAHAMARANGGION” tanpa memandang latar belakang kehidupan dan pendidikan. Hal ini perlu mendapat perhatian dari kita bersama; apakah masih tebal ‘parhahamaranggion’ atau apakah sudah semakin menipis (erosi). Tidak dapat dipungkiri, bahwa kadar spiritualitas seorang Pendeta sangat menentukan bagaimana dia bersikap kepada temannya Pendeta juga kepada sesama teman pelayan lainnya, apakah dia tinggal di kota metropolitan, kota dan semi kota, di huta-huta atau di pispisri. Apabila seseorang Pendeta memiliki spiritualitas yang tinggi, dia itu tidak pernah melihat dirinya lebih hebat atau lebih super dari temannya (Band.Pil.2 : 3), melainkan jauh dari segala bentuk kesombongan, keangkuhan, dan kecongkakan yang adalah merupakan racun didalam pergaulan. Selanjutnya, seorang Pendeta hendaknyalah memiliki spiritualitas yang tinggi yang didalamnya terkandung kerendahan hati. Dan didalam kerendahan hati sesama Pendeta ataupun sesama pelayan dapat saling menerima, saling menghargai, dan saling menghormati, sehingga terciptalah hubungan yang harmonis antar pelayan. Sehingga secara tidak langsung hilanglah anggapan orang; Ai so binoto be angka pandita on, ai nasida pe ndang sada be, ndang masihormatan be, isara na umposo tu na matua, jala nunga olo masiparoaan. Walaupun ada anggapan seperti itu, semuanya itu akan hilang apabila setiap Pendeta tetap menjaga dan memelihara hubungan ataupun parhahamaranggion yang harmonis.
Disinilah perlunya peningkatan hidup spiritualitas bagi seorang Pendeta. Kemudian di pihak lain, Yesus menunjukkan persaudaraan yang lebih dekat karena firman Allah daripada persaudaraan karena hubungan darah (Luk.8 : 18-21). Hal ini memberikan suatu gambaran bagi kita; Alangkah indahnya hubungan sesama pelayan apabila didasari dan dilandasi kedekatan kepada Tuhan melalui penghayatan yang mendalam akan firmanNya yang intinya adalah kasih. Apabila para Pendeta memiliki hidup spiritualitas atau hidup kerohanian yang tinggi-marpartondion, sudah barang tentu hubungan kita sesama Pendeta ataupun antar pelayan akan diikat cinta kasih, dan kita jauh dari saling menjelek-jelekkan, tetapi sebaliknya saling mencintai, seperasaan-sapangkilalaan, solidaritas atau kesetiakawanan semakin nampak dan nyata. ( Catatan : Sebuah Artikel dari Pdt Midian KH Sirait M.Th)
Antara Pendeta dengan Kecerdasan, Motivasi, Gambaran Diri, dan Frustasi
Seorang pendeta bukan hanya menjadi seorang pelayan atau orang yang berbicara tentang Alkitab dari mimbar kemimbar atau rumah kerumah, namun pendeta memiliki ruang lingkup penugasan yang lebih dari pada itu. Pendeta adalah seorang pemimpin sekaligus guru bagi jemaatnya. Ia harus mampu untuk melayani sekaligus memimpin dan mengajar jemaatnya mengenai kebenaran Firman Tuhan, perilaku yang benar, cara bersikap, berpikir dan berkata-kata. Pendeta juga harus menjadi teladan bagi banyak orang, tak peduli berapapun usia sang pendeta, masih muda ataukah ia sudah tua, yang jelas ia harus bisa menjadi teladan, bersikap dewasa, mampu berpikir secara matang, dan memiliki akhlak moral serta budi pekerti yang baik. Mungkin hal ini kedengarannya sangat menuntut dan sepertinya berat, namun sekali lagi yang harus diingat oleh seorang pendeta bahwa ia adalah seorang pemimpin, seorang guru, seorang sahabat, dan seorang gembala untuk jemaat-jemaatnya.
Oleh karena itu ada banyak hal yang harus diketahui dan dimiliki oleh seorang pendeta, diantaranya adalah kecerdasan, motivasi, gambaran diri, dan frustrasi.
  • Kecerdasan
Kecerdasan merupakan suatu kemampuan seorang individu dalam memahami dan mengerti mengenai berbagai hal yang ada di sekitarnya ataupun juga yang dialaminya. Kecerdasan ini dapat dipengaruhi oleh hal-hal dari dalam dan luar diri individu itu sendiri. Kecerdasan bisa juga merupakan suatu pembawaan sejak kecil namun juga bisa didapat ketika telah berlatih untuk menjadi pandai/cerdas. Pada hakikatnya, kecerdasan ada pada tiap orang, tergantung mereka mau tidaknya untuk mengelola dan mengembangkan kecerdasan yang mereka miliki itu. Untuk seorang pendeta, hendaknya ia juga memiliki kecerdasan, karena itu akan sangat membantu dalam karya pelayanannya.
Menurut saya, ada beberapa jenis kecerdasan yang bermanfaat bagi seorang pendeta, yakni :
  1. Kecerdasan Linguistik.
         Merupakan kecerdasan dalam mengolah kata. Komponen intinya adalah kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna fungsi, kata, dan bahasa. Kecerdasan ini sangat berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, beragumentasi, dan berdebat serta mahir dalam mengingat fakta.
         Seorang pendeta sangatlah memerlukan kecerdasan ini, karena dengan memiliki kecerdasan ini, ia akan dengan sangat mudah dapat untuk menyusun kata-kata dalam khotbahnya maupun ketika ia diminta untuk menulis sebuah renungan. Jika ia sudah memiliki kecerdasan ini, hendaklah agar ia terus mengasah dan mengembangkannya.
  1. Kecerdasan Logis-Matematis.
         Merupakan kecerdasan dalam angka dan logika serta kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Berkaitan dengan kemampuan berhitung, nalar, dan berpikir logis. Berfikir dengan pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, dan memecahkan masalah.
         Kecerdasan ini membantu seorang pendeta untuk dapat berpikir secara logis dan sistematis. Ketika ia memiliki kecerdasan ini, segala sesuatu akan dipaparkan secara logis, kritis, terkonsep, dan masuk akal.
  1. Kecerdasan Spasial.
         Kecerdasan Spasial adalah kemampuan seseorang untuk melihat secara rinci gambaran visual yang terdapat disekitarnya. Mereka mempunyai kepekaan tajam terhadap detail visual, menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi dan juga dalam hal desain.
         Pendeta yang memiliki kecerdasan yang satu ini akan menjadi sangat mudah ketika ia harus menghubungkan khotbahnya dengan realitas masa kini. Ia dapat menggambarkan apa yang sedang terjadi di dalam kehidupan berjemaat dengan terperinci, sehingga kebutuhan jemaat mengenai kerelevansian Firman Tuhan dengan masa sekarang dapat terjawab.
  1. Kecerdasan Musikal.
         Kecerdasan Musikal adalah kepekaan dan kemampuan menciptakan dan mengapresiasikan irama, pola titik nada dan warna nada serta apresiasi untuk bentuk ekspresi emosi musikal. Mempunyai kepekaan tajam terhadap nada, dapat menyanyikan lagu dengan tepat, dan dapat mengikuti irama musik.
         Pendeta sebagai pemimpin jemaat juga harus bisa memimpiin jemaat dalam menyanyi, oleh karena itulah, kecerdasan musikal merupakan kecerdasan yang sangat di perlukan oleh setiap pendeta (walaupun tidak setiap pendeta memiliki kecerdasan ini).
  1. Kecerdasan Antar Pribadi (Interpersonal).
         Pendeta adalah orang yang banyak berinteraksi dalam kehidupan pelayanannya, ia akan berinteraksi dengan berbagai lapisan masyarakat, tua muda, miskin kaya. Oleh karena itu, ia harus bisa untuk menjadi pribadi yang menyenangkan bagi setiap orang yang berinteraksi dengannya. Kecerdasan ini menuntut kemampuan untuk menyerap dan tanggapan terhadap suasana hati, perangai, niat dan hasrat orang lain ketika sedang melakukan interaksi.
  1. Kecerdasan Intra Pribadi (Intrapersonal).
         Kecerdasan Intra Pribadi (Intrapersonal) adalah kecerdasan dalam diri sendiri, hal ini diperlihatkan dalam bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat rencana dan mengarahkan orang lain.
         Pendeta bukan saja bisa dipengaruhi oleh orang disekitarnya, namun ia juga harus bisa untuk mempengaruhi orang yang ada disekitarnya. Oleh karena itulah, ia harus menjadi teladan bagi orang disekitarnya, sehingga ia bisa membawa pengaruh dirinya yang baik dan menularkannya bagi orang lain.
     Kecerdasan lainnya yang dipandang perlu adalah
  1. Kecerdasan Spiritual
         Ia harus memiliki kecerdasan spiritualitas, artinya ia harus benar-benar mantap dalam relasi atau hubungan pribadinya dengan Tuhan. Hal ini penting dan wajib utnuk dimiliki oleh karena pendeta merupakan pemimpin rohani jemaat dan ia menuntun atau membentuk spiritulitas jemaatnya, sehingga sebelum ia melakukan itu, ia harus terlebih dahulu memiliki spiritual yang baik.
  1. Kecerdasan Emosi
         Ketika seseorang sudah lepas dari bangku pendidikan, IQ dinyatakan hanya memiliki peranan kecil jika dibandingkan dengan EQ. Seorang pendeta sekalipun, ia tidak hanya harus pintar secara intelektual, namun ia juga harus pintar dalam mengendalikan emosinya. Mungkin kecerdasan emosi ini berkaitan dengan kecerdasan antar pribadi, yakni mengenai bagaimana seseorang dalam berinteraksi dengan sesamanya.
Jemaat tentu akan senang  memiliki pendeta  yang memiliki kecerdasan tinggi, karena dengan demikian pelayanannya akan penuh kuasa dan wibawa sebab dalam ia berbicara atau berinteraksi ditengah jemaat, ia akan berbicara secara logis, rasional, sistematis, dan dapat di percaya. Ia juga memiliki berbagai keahlian atau kemampuan yang dapat diandalkan (Amsal 8:12 “Aku, hikmat, tinggal bersama-sama dengan kecerdasan, dan aku mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan” ).
Namun itu saja tidak cukup, aspek intelektualnya itu dibutuhkan untuk mendukung  dan menopang layanan spiritual/ rohaninya. Pada hakikatnya, seorang pendeta adalah pemimpin jemaat, ia adalah pemimpin rohani bagi jemaat. Oleh sebab itu, ia juga wajib untuk memiliki cerdas spiritualitas, sebab sebagai pemimpin  spiritual/ rohani, maka hal-hal   spiritual dan rohanilah yang perlu tampil dari dalam diri pendeta (ia terlebih dahulu harus seperti yang di katakan dalam II Korintus 5:17 Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.)
Selain itu juga, ia harus cerdas dalam mengendalikan emosinya sebagaimana yang dikatakan dalam Yakobus 1:19 “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah”.
Demikianlah pentingnya kecerdasan bagi seorang pendeta sebagai pemimpin jemaat. Ada banyak jenis kecerdasan yang bisa dikuasai oleh pendeta untuk menunjang pelayanannya, namun dua hal yang sangat vital yakni, emosi dan spiritualitas.
  • Motivasi
Motivasi adalah pendorong bagi manusia untuk melakukan sesuatu/perbuatan (motif). Dengan motivasi, seseorang dapat menjadi bersemangat untuk melakukan apa yang harus ia lakukan. Tindakan motivasi memiliki tujuan untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu hingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.
Pendeta sebagai  motivator jemaat akan membawa perubahan bagi jemaat dan dalam kehidupan warga jemaat. Kata atau kalimat yang diucapkan, baik dalam pembelajaran atau dalam interaksi sehari-hari,  memiliki dampak dan pengaruh yang besar bagi warga jemaat. Sebab kata-kata yang diucapkan tersebut memiliki energi, kekuatan dan kuasa yang kuat untuk membuat seseorang tergerak hatinya.
Menurut saya pribadi, ada tiga hal yang perlu untuk diketahui mengenai motivasi ini bagi seorang pendeta :
  1. Pendeta punya motivasi
       Maksudnya disini adalah seorang pendeta harus memiliki motivasi pribadi tentang mengapa ia ingin menjadi pendeta, mengapa ia ingin melayani. Waktu yang tepat untuk merumuskan motivasi ini adalah ketika ia masih berada di bangku kuliah dan kemudian diperbarui pada saat awal ia melayani. Mengapa pendeta harus memiliki motivasi pribadi? Hal ini agar ia dapat bersemangat untuk melakukan pelayanannya, misalnya saja motivasi pribadi seorang pendeta adalah “hidup jadi berkat, mati masuk surga”, motivasi inilah yang akan membuat ia bersemangat melayani, berusaha menjadi teladan, berbuat kebaikan, menaati perintah Tuhan, meningkatkan spiritualitasnya, dan sebagainya.
  1. Pendeta memotivasi
       Sebagai seseorang yang memiliki posisi dihormati adalah suatu kewajiban seorang pendeta untuk bisa memotivasi orang-orang disekitarnya. Memotivasi dari segenap lapisan jemaatnya (anak-anak, remaja, pemuda, ibu-ibu, bapak-bapak, lansia), dan mungkin bukan dalam ruang lingkup jemaatnya saja, namun menyebar keluar dari jemaat (termasuk orang-orang yang memeluk agama lain).
  1. Pendeta dimotivasi
       Satu hal yang perlu disadari oleh jemaat, pendeta bukan manusia super ataupun robot, akan ada waktunya ia mengalami putus asa, kebosanan, kejemuan, pergumulan, permasalahan bahkan juga krisis rohani. Disaat inilah ia juga butuh untuk dimotivasi oleh orang-orang terdekatnya (keluarga, penatua/diakon, dan jemaat), sehingga ia menjadi bersemangat kembali dalam melakukan pelayanannya.
Demikianlah, pentingnya motivasi itu dalam kehidupan seorang pendeta. Garis besarnya ialah ia harus bisa memotivasi orang lain seperti yang dikatakan dalam Titus 3:8 “Perkataan ini benar dan aku mau supaya engkau dengan yakin menguatkannya, agar mereka yang sudah percaya kepada Allah sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik” dan ia juga memerlukan motivasi dari orang-orang disekitarnya, sebagaimana yang dikatakan kitab Galatia 6:2a “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu”.
  • Gambaran Diri
Gambaran diri adalah mengenai bagaimana seseorang menganggap atau memandang dan merasakan tentang dirinya sendiri. Gambaran diri seseorang mengandung dua hal yakni perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri yang disadari dan yang tidak disadari. Gambaran diri adalah tanggapan dan perasaan individu tentang siapa, apa, dan dimana sebenarnya dia berada. Gambaran diri biasa juga disebut dengan citra diri.
Gambaran tersebut bisa berupa yang sebenarnya, bisa juga hanya sekedar harapan atau citraa diri yang diharapkan atau yang diinginkannya. Apapun gambaran tersebut, itu pasti akan mempengaruhi tingkah lakunya sehari-hari.
Seorang pemimpin jemaat yang baik haruslah memiliki konsep yang kuat dan jelas mengenai gambaran dirinya. Siapakah saya? Itu adalah pertanyaan yang harus ia tanyakan dan jawab. Ia harus dapat menilai dirinya sendiri menurut apa yang ia rasakan. Dengan menetapkan konsep yang kuat dan jelas mengenai gambaran dirinya, maka secara otomatis dari dalam dirinya pasti akan keluar respon terhadap keinginan dan tujuan tersebut.
Ketika gambaran dirinya yang ia tanamkan didalam dirinya adalah gambaran yang negatif, maka secara otomatis respon yang hadir adalah respon yang negatif pula. Karena gambaran diri kita sendiri, kita sendiri pula yang mengonsepnya. Sehingga dengan gambaran yang ia dapatkan ia dapat menilai kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Kelebihan tersebut dapat ia kembangkan lagi dan kekurangan tersebut dapat ia singkirkan, sehingga ia benar-benar dapat menjadi seorang pelayan yang berkarakter dan dapat diandalkan. Gambaran diri yang benar akan memudahkannya dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam pergaulan serta pelayanannya.
Selain itu, seorang pendeta dituntut untuk terus membentuk gambaran diri yang baik pada dirinya, karena ia adalah teladan untuk jemaat yang dilayaninya. Ada pernyataan yang mengatakan “perbuatan berbicara lebih keras daripada perkataan”, demikian pulalah yang berlaku dalam kehidupan pelayanan. Seseorang pendeta akan dihormati bukan hanya karena ia cerdas dan berwibawa, namun juga dari perbuatannya setiap hari. Tidak ada gunanya titel sarjana S.Th, M.Min, M.Th, M.Div, dan titel lainnya jika perbuatannya setiap hari bukan perbuatan yang baik dan sesuai dengan perintah Tuhan.
Seperti yang dikatakan oleh Paulus kepada Timotius “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (I Timotius  4:12), demikianlah juga berlaku untuk kita. Gambaran diri kita haruslah gambaran diri yang baik dan bukan hanya sekedar gambaran diri, namun dapat kita aplikasikan dalam kehidupan kita hari lepas hari.
Gambaran diri bukan hal mutlak yang tidak bisa diubah. Jika kita mau, kita masih bisa untuk mengubah gambaran diri kita, semua tergantung pada kita, karena gambaran diri adalah konsepsi kita sendiri.
Bahkan Isteri Pendeta pun Harus mempunyai Peranan yang sangat Penting di sini ada sebuah puisi tentang Isteri Seorang Pendeta
Istri Seorang Pendeta
Ada seorang pribadi di dalam gereja kami
Seseorang yang mengenal kehidupan pengkotbah kami
Seseorang yang menangis, dan tersenyum dan berdoa bersamanya
Dan ia adalah istri seorang pendeta
Banyak orang yang telah melihatnya dalam kekuatannya
Ketiga memegang pedang Allah yang tajam
Di bawah naungan panji Allah
 Dia menghadapi gerombolan iblis
Tetapi jauh di dalam hatinya,  wanita itu mengetahuinya
Waktu yang jarang didepan
Dia membantu pendeta untuk mendoakan agar kemuliaan turun
Di balik pintu yang tertutup
Dia mendengar rintihan pendeta di dalam jiwa pendetanya
Ketika kepahitan mengamuk,
Dengan bergandengan tangan, dia berlutut bersamanya
Karena dia adalah istri pendeta
Kamu memberitahukan kisah dari keberanian nabi-nabi
Yang berbaris melewati dunia
Dan mengubah pelajaran sejarah
Dengan kata-kata yang membara mereka tertantang
Dan aku akan memberitahu engkau dibalik mereka semua
Beberapa wanita yang tinggal dalam hidupnya
Seseorang yang menangis bersamanya dan tersenyum bersamanya
Dia adalah istri seorang pendeta
Tidaklah terlalu mudah atau gampang untuk memberi nasehat, anjuran atau petuah kepada seorang atau orang banyak (umum) jika dirinya tidak sesuai dengan apa yang dikatakan dan apa yang diperbuatnya. Memberikan nasehat haruslah seimbang / sesuai dengan perkataan dan perbuatan agar bisa menjadi teladan atau petuah bagi orang lain. Apalagi seorang Hamba Tuhan / Pendeta yang selalu menyuarakan kebenaran Firman Tuhan. Mengapa ? Karena Pendeta adalah Hamba Tuhan yang sekaligus itu merupakan jabatan yang merupakan karunia dari Tuhan Allah. Seperti yang diuraikan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus (Efesus 4), bahwa Tuhan Allah telah memberikan jabatan itu sebagai pengkhotbah / pengajar kepada gereja. Jadi gereja dan jabatan yang diemban seorang Pendeta yang tidak dapat dipisahkan. Disamping itu juga jabatan Pendeta juga merupakan suatu pengikat dalam hubungan organisasi gereja dan mempunyai tugas dan fungsi tertentu. Hubungan Pendeta dan gereja atau jemaat sangatlah erat karena Gereja dalah pemberiaan Allah. Dan gereja adalah merupakan suatu organisasi ditengah-tengah masyarakat dan gereja adalah merupakan suatu badan yang melakukan fungsinya yang istimewa diantara umat manusia yang peranan Pendeta sangat perlu.

Jabatan Pendeta itu sangat penting, tetapi juga sangat sukar. Janganlah hendaknya kita menyambut jabatan itu sembarangan saja. Untuk menjadi Pendeta perlu keyakinan yang sungguh-sungguh bahwa Tuhan sendiri yang telah memanggil kita dan kita harus menaati dan menuruti suara panggilan itu. Hanya Roh Tuhan saja yang dapat mengaruniakan kita kepastian dan keberanian yang kita butuhkan untuk menerima tugas yang mahamulia itu didalam gereja dan masyarakat.


Sebagai Pendeta harus menjadi pusat kehidupan dan keaktifan jemaat. Dialah yang dipercaya sebagai pimpinannya. Dialah yang tampil kemuka dan memegang peranan yang penting dalam segala gerak-gerik jemaat itu. Dipandang dari sudut kemanusiaan, kemajuan dan perkembangan hidup rohani orang kristen lain bergantung kepada kerajinan dan kecakapan Pendeta: begitu pula pelaksanaan tugas gereja di dalam dunia, dialah yang menentukannya.

Pendetalah yang memberitakan dan menerangkan iman krisiten kepada anggota jemaat. Dialah wajib memberi teladan tentang sikap hidup dan kelakuan kristen. Pendeta mewakili jemat dan bertanggungjawab atas pelaksanaannya jadi pertaliannya dengan jemaat sangat erat.
Tuhan Yesus mengibaratkan perhubungan itu dengan seorang gembala dan domba-dombanya. Sebagai seorang Pendeta / Gembala bukan saja mengantar kawanan dombanya melainkan juga memberi makan kepadanya, ia membelanya bahkan ia rela menyerahkan hidupnya sendiri guna mereka. Paulus menyinggung pula hal ini dalam surat-suratnya sambil menegaskan bahwa ia mau memberikan seluruh pribadinya bahkan sekalipun untuk kepentingan jemaat jika dituntut Tuhan. Oleh karena itu, jabatan Pendeta menurut wujudnya dan didalam prakteknya pekerjaannya berlainan benar dari segala pangkat yang lain dalam masyarakat. Jabatan itu mempercayakan kepada dia tanggungjawab dan fungsi pemimpin yang tak ada taranya.

Akan tetapi disamping itu, Pendeta juga memangku suatu fungsi yang sangat penting dalam masyarakat umum. Didlam pergaulan hidup Pendeta mewakili agama kristen dan asas-asas Kristen. Kaum bukan-Kristen mendengar teliti bagaimana ia sebagai Pendeta menyampaikan iman kristen. Mereka memperhatikan dan membandingkan apakah tingkah lakunya sesuai dengan kabar yang diberikannya atau tidak. Mereka meneliti kelakuannya sebagai pribadi dan suasana dalam rumah tangganya. Ada baiknya jika seorang Pendeta selalu sadar bahwa ia lebih menarik perhatian khalayak ramai daripada orang kristen lainnya dan bahwa orang menilai dia dalam kedudukan yang tinggi.

Justru pada perkembangan zaman ini, Pendeta harus berani menghadapi banyak pengaruh akan dunia perkembangan hingga penyuaraan kebenaran sering dan jangan ditiadakan atau dapat dikatakan bahwa apa yang disampaikan kepada jemaat mengenai kebenaran Firman Tuhan itu harus sesuai dengan apa yang diberitakan atau disampaikannya kepada jemaat. Jadi dalam hal ini perlu diperhatikan seorang Pendeta dalam menyampaikan Firman Tuhan sesuai dengan Prilaku kehidupannya sehari-hari.




B. Pendeta Sebagai Pengkhotbah / Pemberita Firman Tuhan
Pendeta adalah Hamba Tuhan yang dipanggil dan diuarapi oleh Tuhan dan melayani bersama dengan Umat Tuhan dengan menyuarakan kebenaran Firman Tuhan. Kita melihat Pendeta menyampaikan Firman Tuhan kepada jemaat adalah sebagai pengkhotbah / pengajar.

Dalam hal ini pertama-tama kita terkenang akan mimbar, karena justru dalam khotbahnya pada tiap-tiap hari Minggu terletak kesempatan yang paling indah bagi Pendeta untuk mengajar kaum kristen agar iman jemaat makin diperdalam. Didalam khotbah maka Tuhan sendiri telah memberikan kepada Pendeta suatu kesempatan yang amat istimewa untuk menyampaikan Firman Tuhan kepada akal dan hati sanubari umatNya. Alangkah beruntungnya orang yang boleh berkhotbah, dibanding dengan orang lain.

Setiap orang yang berkhotbah, bukan untuk mencari nafkahnya dnegan pekerjaannya itu melainkan oleh sebab Roh Tuhan sendiri mendorongnya. Karena didorong oleh Roh Tuhan maka didalam diri Pendeta yang berkhotbah tentu akan mengalami dua macam perasaaan. Yaitu rasa gembira, oleh karena ia boleh melakukan tugas itu dan rasa rendah hati sebab ia merasa ketidak-layakan dan ketidak-sanggupannya bagi pekerjaan itu.

Jikalau kita menginsafi berita yang maha hebat yang harus kita kabarkan, tetapi disamping itu kita sadar akan kelemahan kita sendiri, pastilah kita merasa malu dan tak sanggup. Namun demikian, Allah mau memakai justru kita yang lemah ini seabgai pemberita InjilNya. Dan sebab itu, kita senantiasa boleh yakin dan percaya bahwa Tuhan akan mengaruniakan hikmat dan kesanggupan yang secukupnya.

Mengingat itu, bolehlah kita dengan berani dan penuh kepercayaan pada Tuhan mengajarkan segala kebenaran yang indah-mulia mengenai iman kristen didalam khotbah kita. Kita sendiri harus yakin bahwa inilah pengetahuan yang terpentiing , yang dapat diperoleh dan dimiliki manusia didalam dunia ini. Tak ada seorang guru pada sekolah lanjutan atau seorang guru besar di universitas yang mengajarkan pokok terpenting ini tentang Firman Tuhan karena Pendeta mengajarkan / berkhotbah tentang Firman Tuhan yang berpokok pada perkara-perkara abadi, khotbah kita menyampaikan pengetahuan tentang Allah dengan rancangan keselamatanNya, khotbah kita memasukan jemaat kedalam persekutuan dengan Tuhan dan Roh dan FirmanNya, khotbah kita mengarahkan manusia untuk mangabadikan segenap hidup kepada pelayananNya.

Untuk itulah seorang Pendeta dituntut untuk menunaikan tugas dan harus layak menyampaikan Firman Tuhan itu dengan keperibadiannya. Seperti yang dinasihatkan Paulus kepada Timotius, yang berbunyi: “Usahakanlah supaya engkau layak dihadapan Allah, sebagai pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu” (2 Timotius 2 : 15). Paulus menasehati dengan maskud tertentu, agar ia mengajar orang lain pula karena ia dapat dikatakan menjadi teladan bagi banyak orang khusus kristen.

Memang dalam kehidupan kita sehari-hari sering kita kita mendengar kata teladan bahkan kata teladan dijadikan orang sebagai nama jalan, nama sekolah, nama universitas, nama gereja, nama usahanya dan ada juga yang memberikan nama anaknya. Dengan harapan dan doa dapat ditiru, baik untuk dicontoh melalui kata dan perbuatan. Meneladani berarti dapat memberi teladan. Sehingga sering ada kalimat mengatakan bahwa guru atau orangtua harus dapat menjadi teladan bagi murid dan anak-anaknya apalagi seorang Pendeta. Nasihat inilah yang disampaikan oleh Paulus kepada Titus ribuan tahun lalu dan juga kepada jemaat sekarang terlebih kepada seorang Pendeta agar menjadikan dirinya sebagai teladan dalam berbuat baik. Basis utama agar dapat menjadi teladan harus dimulai dari diri sendiri, dari lingkungan rumah tangga masing-masing kemudian kepada yang lain disekitar lingkungan masyarakat. Komitmen menjadi teladan harus lahir dari diri sendiri dan tetap konsisten. Seirama kasih dan perbuatan, tidak lain dibibir lain dihati. Lain hari ini, lain esok atau lusa. Tidak sama seperti bunglon yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Atau kemana air mengalir artinya tidak mempunyai prinsip dan tekad bulat dalam dirinya.

Memang harus diakui tidak gampang menjadi teladan dalam kata dan perbuatan. Memang tidak gampang mempunyai integritas atau kejujuran apalagi pada zaman ini. Karena orang jujur dan bersih pada umumnya sudah banyak dikucilkan sebagian besar orang. Sudah banyak berlaku etika situasi artinya situasi dan kondisilah yang menentukan. Akibatnya etika tanggungjawab dan moral sudah sering diabaikan.

Tidaklah hal ini yang terjadi ditengah-tengah lingkungan, digereja dan di masyarakat. Dalam situasi dan kondisi yang gelap dan kacau inilah sebagai Hamba Tuhan atau pendeta yang setia dan sejati kita harus tampil sebagai teladan dan jujur (ya diatas ya, dan tidak diatas tidak). Dengan meneladani sikap dan ajaran Tuhan Yesus Kristus menjadi teladan harus selalu berusaha dan berjuang dan selalu meminta pertolongan dan pimpinan Roh Kudus. Karena seorang Pendeta harus menjadi teladan melalui khotbah yang disampaikan ditengah-tengah gereja, lingkungan masyarakat dan ditengah-tengah keluarga dan itu pula didalam diri seorang Pendeta menjadi gambaran hidupnya dalam melayani Tuhan.
Menjadi Pendeta  adalah menjadi “hamba”. Menjadi pendeta adalah menjadi “budak” (slaves) atas orang lain. Dan yang terbesar dari seorang pendeta adalah ketika ia berhasil melayani dan mau menjadi “jongos” (baca: budak) bagi orang lain. Itu semua adalah definisi k versi Sang Pemimpin-Hamba Sejati. Dan Dia tidak sekedar mendefinisikan, tetapi juga menjadi model yang nyata bagi definisi kepemimpin/pelayanan-Nya tersebut: ”Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani…
Dan itu sangat sulit  karena manusia seringkali membangun sebuah menara piramida yang dibangun atas dasar ”aku,” ”milikku,” dan ”diriku sendiri.”
 Semangat kesuksesan demi pemujaan diri masih begitu melekat di dalam diri kita. Bahkan diakui atau tidak, disadari atau tidak, jiwa narsistik (memuja diri sendiri) seringkali menjangkiti banyak orang yang mengaku pengikut Kristus.
Apakah ”motivasi pelayanan”  agar  bisa bergaya? Apakah untuk menunjukkan atau membuktikan ”Who’s the Boss?”– siapa ”boss”, siapa ”jongos”? Sama sekali salah!” Motivasi pelayanan” adalah justru untuk menyatakan ketaatankepada Tuhan.
Jadi, bagi para pendeta termasuk saya, pendeta itu tidak sinonim dengan menjadi tuan. Panggilan kita adalah untuk melayani, bukan untuk menguasai. Panggilan kita adalah menjadi hamba bukan menjadi raja. Memang benar, kepemimipinan mustahil tanpa otoritas tertentu. Tanpa itu siapapun tak bisa memimpin.  Juga para pendeta jemaat masa kini,  harus dihormati karena kedudukan mereka sebagai pemimpin jemaat (1 Tesalonika 5:12 dst). Bahkan harus ditaati (lbrani 13:17). Namun, titik berat yang diletakkan Yesus bukanlah atas otoritas pemimpin-penguasa, melainkan atas kerendahan hati pemimpin-hamba.

Rabu, 19 Februari 2014

Pesalmen 119:33-40, Jamita Minggu Sexagesima 23 Februari 2014

Psalmen 119:33–40 

Oleh : Rivai Silaban

jamita tu minggu SEXSAGESIMA (60 ari andorang so haheheon)
Minggu, 23 Februari 2014
Nats : Psalm 119 : 33 – 40
Mangantusi jala manghangoluhon hata ni Debata
Hira maol nama jumpang  jolma dipartikkian on na olo manangihon jala mangulahon poda manang aturan, tarlumobi tu poda manang aturan ni Jahowa. Molo hirahira ndang mamboan hauntungan manang ndang hombar tu na hinagiothonna pintor dialo do poda dohot aturan i. Nunga torop be jolma holan mangalului hasonangan tu dirinan nang pe maralo di angka aturan naung diaturhon manang poda na naung dipodahon. Jala molo boi di torop jolma saonari on, unang pola adong be aturan manang poda asa bebas sebebas-bebasnana, na marhapatean tu jolma barbar, jala gabe marlomolomo hombar tu nahinalomohonna ma jolma i jala gabe jolma na so maraturan be.
            Alai marasing do molo na diturpuk on, sahalak na daulat na sai tongtong manghasiholi dohot manghalungunhon jala manghangoluhon angka poda dohot aturan ni Jahowa, Debata na disomba. Mansai ringkot dope di ibana  angka poda manang aturan ni Jahowa,ala dirajumi ido nagabe hangoluanna


Hatorangan turpuk
Mazmur ini merupakan renungan yang dalam dan tajam tentang taurat (tora). Dimana taurat dipahami/diartikan dengan pengajaran kehendak Allah kepada umatNya Israel. Melalui dan didalam taurat itu Allah menyatakan kebenaran dan keadilanNya, baik itu secara lisan maupun tertulis(bnd Amsal 4:1-2),ini juga dipahami sebagai firman Allah yang taklain isinya adalah penyataan diri Allah serta tuntutanNya kepada umatNya. Merupakan aturan, titah/ketetapan yang dari Allah yang tidak dapat dirubah karena dipenuhi dengan wibawa Allah. Karena itu mazr ini dikelompokkan pada mazmur memuji taurat, karena dengan mengindahkan hukum Allah akan ada hidup baik, ketaatan,jauh dari penyimpangan,ketulusan hati,keutuhan rohani. Pemzr menggunakan beberapa istilah untuk menerangkan dan memahami taurat Allah yakni,Taurat,peringatanperingatan,titah,hukum,perintah,ketetapan,firman,hidup, jalan (psl 19:8-10). Menunjukkan bahwaTaurat itu perlu dimengerti secara luas( Ul 4:5).  Psalmen 119, ima bindu nagumanjang ayat di bagasan, pola sahat 176 ayat isina. Turpuk jamita on ima ponggol na palimahon sian 22 ponggol di bindu on. Psalmen 119 marisihon do taringot tu panghilalaan ni sahalak na daulat marsaor tu angka hata dohot patik ni Jahowa. Dihilala parpsalmen on do mansai marhuaso do angka patik dohot aturan ni Jahowa di ngoluna. Ndang dihilala songon na tarhurung manang gabe sompit ngoluna hinorhon ni patik dohot aturan ni Jahowa. Halak na unduk di angka patik dohot aturan ni Jahowa ima halak na rade mangalehon dirina dirahut uhum dohot aturan, jala rade ditopa hombar songon na hinalomohon ni nampuna patik dohot aturan i. Ala Jahowa do nampuna patik dohot aturan i, marlapatan halak na unduk di angka patik dohot aturan ni Jahowa ima hala na rade ditopa gabe hombar tu na hihalomohon ni Jahowa di ibana. Lebih konkritnya lagi pemazmur mau katakana, mencintai hukum/taurat(tora), akan beroleh hidup (Luk 10:25-28; Ulangan 30:16)   
Di tongatonga ni torop halak na so olo be mian di rahut dohot patik ni Jahowa, disi do parpesalm manuarahon taringot patik dohot aturan ni Jahowa na mansai dihalungunhonn dingoluna. Ndang nagabe dos ibana dohot angka jolma na so manghangoluhon/manghalomhon patik dohot aturan ni Debata. Sai na mauas do ibana di angka poda/ aturan ni Jahowa asa di radoti dingoluna, pola didok sahat ro di ujungna (ay. 33). Ndang na asal mauas di angka aturan ni Jahowa i ibana, alai marudut do tu mangaradoti ro di ujungna na marlapatan sahat ro saleleng ibana mangolu. Sian on tangkas do boi idaonta na adong haradeon ni dirina  unduk di angka patik dohot aturan ni Jahowa.
Mansai maol do mananda dia do aturan manang patik ni Jahowa, songon i do nang mangalapati aturan dohot patik i. Tung songon dia pe malo manang bisuk ni jolma di portibi on ndang boi mangalapati aturan dohot patik i so ingkon Jahowa sandiri na patoranghon saluhutna marhite angka jolma na sinuruna. Alani di ayat 34 takkas didok “parrohai”(buatlah aku mengerti), roha/hati nagebe pusat (sentral) dibagasan hadirion ni jolma,namun hati yang dimaksud tidak sebatas liver,tetapi pusat hidup yang mengendalikan seluruh tingkah laku manusia, yang bisa juga diartikan dengan “akal budi”. Yang pada akhirnya akan menimbulkan aksi/perbuatan ima marhite na olo manghajonjonghon sian nasa roha. Jala sai dipanonohon ma tu ibana dalam balobung ni angka tona ni Debata, ai lomo do rohana disi (ay. 35). Ngolu ni parpsalmen on ima ngolu na manghalomohon angka patik ni Jahowa. Patik ni Jahowa i ma na mangajar jala patandahon angka hasalaan na diula ibana, jala marhite i boi ma muse mulak tu aturan. Aturan ni Jahowa i, ima paingothon taringot dalan na naeng silangkahononna dohot ulaon na naeng diulahononna.
Patik dohot aturan ni Jahowa patuduhon tudia do arah ni ngolu ni halak na manghasiholi patik dohot aturan i. alai ingkon ingot do hita, tu angka na pinalua do patik dohot aturan ni Jahowa, ndada tu halak na diparhatoban (songon turpuk jamita di Minggu, 16 Februari 2014 na salpu) na martuduhon hapatean ni ngoluna. Asa di ayat 36 dipangidohon “paeleng”(condongkanlah) namarlapatan tuhasintongan ima ditait/diarahkan unang ma tu parhilangon(laba) namartudu tudu tu roha haportibion yang mengacu kepada kebinasaan, karena dunia ini sifatnya fana,asa unang tungolu sisongoni rohanta, alai justru diarahkan tunasa lomoniroha ni Debatama.
Adong do pandohan na mandok: “mata do mula ni dosa” (bdk. Mateus 6: 22 – 23). Molo na denggan do diida mata denggan do nang rohana di bagasan, molo hisar do mata tiur ma sude dagingna. Alai molo roa do matami, holom ma sude dagingmu. Parpsalmen di turpuk on pe mangidohon sai dipasalpu ma angka matana, unang marnida na so gabeak (hal yang hampa/ hal yang tidak berguna) ima na martudu tu pangulahon ni jolma na so marlapatan ala na sai holan mangalului hasonanganna na holan mangasahon gogo, parbinotoan, arta dohot lan na asing; laos ido ngolu ni ganup jolma na sai loja mangalului ngoluna alai ndang boi sonang panghilalaanna. Ndang sanga mandai na hinalojahonna I, sahat rodi namate, ima horong ni na so gabeak. Marhite aturan dohot patikNa i dapotan ngolu ma jolma na mian di ruhut dohot aturan ni Jahowa (ay. 37) .
Togu do sude patik dohot aturan ni Debata, jala na so tupa sega sada sian patik dohot aturan ni Jahowa. Songon i do bagabaga ni Jahowa tu angka halak na manghabiari Ibana di ngoluna (ay. 38). Marhite patik dohot aturan ni Jahowa na togu jala na hot, unang be adong holsoan taringot uhum dohot hatigoran ni Jahowa ala denggan do angka uhum ni Jahowa (ay. 39). Jala marhitehite hatigoran i mangolu ma jolma na mian jala na manghalungunhon angka patik dohot aturan ni Jahowa (ay. 40).

Refleksi Teologis
Adong do na boi diputik sian hatoran ni turpuk on tu ngoluta sadari on:
  1. Ditonga ragam sipingkiron saonari dohot di ragam na masa di portibi on ingkon boi do rade ngolunta ditopa hombar tu hata ni lomo ni roha ni Jahowa Debata marhite hata dohot aturan ni Jahowa na mian di bagasan Jesus Kristus unang ma gabe portibi on manopa ngolunta.
  2. Sai itasiholi ma patik dohot aturan ni Jahowa, ai ido hangoluan.
  3. Unang be paeleng roham dohot mata marnida angka na so marlapatan di portibi on (na so gabeak), alai paeleng ma roham tu angka aturan dohot patik ni Debata.
  4. Matua ditatap Jahowa do ganup halak na sai tongtong marsihohot manghalungunhon patik dohot aturan ni Jahowa, ai di bagasan i do adong bagabaga tu hangoluan dohot pos ni roha laho manguduti pardalanan ni ngoluna.
  5. Ulahon jala lapatima sude patik dohot uhum ni Debata, ndada mangasahon gogo, parbinotoan, manang arta dohot lan na asing, alai pangasahon ma Jahowa.  Lumobi di naung masuk hurianta tu minggu sexsagesima, najongjong do Kristus gabe patik naimbaru nagabe haluaon,hangoluan ni angka naporsea.amen.

Selasa, 18 Februari 2014

Iman Yang Kekanak-kanakan VS Iman Yang Dewasa , Refleksi Khotbah 1 KOR 13:10-13

1 Kor 13: 10-13, Iman yang Kekanak-kanakan

Oleh : Pdt. Bigman Sirait

FIRMAN Tuhan dalam 1 Kor 13: 10-13, menolong kita untuk memahami kemam-puan berpikir manusia secara rohani: masih kanak-kanak atau sudah dewasa. Orang yang berpikir kanak-kanak selalu memerlukan simbol (tanda). Bagi kanak-kanak, apakah dirinya disayang papa atau mama, salah satu indikasinya adalah apakah papa-mama suka beli kue? Karena tingkat pertumbuhan rohaninya belum ada maka dia memerlukan simbol yang konkrit dan harus ada wujudnya, barulah dia memahami itu. Jadi berpikir kanak-kanak itu membuat kita terjebak pada simbol-simbol, atau nilai-nilai yang bisa menyenangkan kita.
Tetapi bagi orang yang sudah tergolong dewasa—anak SMA misalnya—kue atau mainan yang diberikan orang tuanya tidak sama dengan sayang. Bagi dia, papa sayang atau tidak, itu tergantung pada apakah papa punya waktu dengan dia, ngobrol enggak dengan dia? Dia tidak bisa disuap lagi dengan roti. Dia mulai memahami ekspresi atau pema-haman kasih sayang itu sudah lebih berwujud. Nah, di sinilah Paulus berkata: “Kasih tidak berkesu-dahan, tetapi yang lain itu, nubuat, bahasa roh, pengetahuan, itu semua akan lenyap”. Jadi kita harus belajar menggapai yang paling tinggi, yaitu kasih yang bersifat abadi itu. Itulah kedewasaan kita untuk menggapai itu. Maka orang Kristen kalau makin dewasa makin tampak cinta kasihnya, makin dewasa makin utuh kasihnya.

Orang dewasa, meski katanya sudah terima Tuhan, juga bisa berpikir kanak-kanak. Dia hanya bisa memahami kasih Kristus itu bila ada kesembuhan, mukjizat, dapat uang, dapat pekerjaan, dan sebagainya. Itu yang dipahaminya. Sulit bagi dia memahami kasih Kristus yang sudah menyelamatkan itu, apalagi misalnya dia miskin, sakit. Tetapi orang dewasa dalam iman, mau sakit kek, mau kaya kek, sehat, miskin, baginya enggak ada masalah, karena dia semakin dewasa memahami kasih Tuhan.

Jadi, kasih Tuhan itu tidak identik dengan “punya uang atau tidak punya uang”. Kasih Tuhan itu identik dengan pemeliharaan hidup, di mana kita semakin hari semakin mengerti kehendak Tuhan. Itu sebab rasul-rasul itu lain dari orang kebanyakan. Dulu Petrus itu kekanak-kanakan sekali, maunya semua serba OK, harus menang. Dan kemenangan itu dia pahami sebagai “musuhnya harus kalah”. Itu sebab, dalam jiwa kekanak-kanakan itu Petrus memenggal telinga hamba imam sampai putus, tetapi Yesus memasangnya kembali. Tetapi kemudian kita melihat bagaimana kedewasaan iman Petrus berkembang secara luar biasa, sehingga waktu diancam, dia tidak bertarung. Dia hanya berkata, “Hei imam-imam lebih baik aku taat kepada Allah daripada kalian”. Sesudah dia betul-betul masuk dalam kedewasaan iman, dia tidak lagi memenggal telinga orang. Hidupnya susah, dia tidak ribut, tetapi dia nikmati. Keluar masuk penjara dia tidak pusing, justru dia nikmati. Rasul-rasul berkata: “Kami merasa terhormat, berbahagia karena kami boleh menderita untuk Kristus.

Perubahan cara berpikir dari kanak-kanak ke dewasa itu memberikan kebijaksanaan dan pengertian yang hebat bagi kita. Di dalam proses bertumbuh seperti itulah, sebagai orang yang sudah percaya dan menerima Kristus, kita melihat bagaimana kualifikasi pemikiran kita. Dan berpikir itu adalah sebuah proses yang tidak pernah berhenti selama hidup. Begitulah kita sebagai orang percaya. Sehingga proses pembelajaran itu berjalan terus. Maka perlu kesetiaan, kejujuran, kesungguhan dalam menyikapi semuanya.

Demonstrasikan kasih
Jadi, berpikir kanak-kanak itu harus ditinggalkan. Kita tidak bisa terus-menerus di situ, berpikir secara simbol-simbol, yang jika engkau sakit berdoa, tidak sembuh lalu kecewa, ngambek sama Tuhan. Itu kanak-kanak. Minta kerja tidak dapat lalu malas ke gereja, malas berdoa. Itu kanak-kanak. Minta tanda ini-itu, itu kanak-kanak. Kalau kau sudah dewasa, masak sih tidak percaya Tuhan mengasihi? Kalau kau masih minta tanda, artinya engkau masih ragu. Kamu belum kenal baik dengan Tuhan. Kalau sudah kenal baik, mana mungkin kamu lakukan itu? Kita tidak mengatakan minta tanda itu salah, tetapi itu kanak-kanak. Masak saudara mau kanak-kanak terus? Saudara kan ingin dewasa, bertumbuhlah. Orang yang semakin dewasa sudah berorientasi kepada kasih. Itu yang mereka pikirkan. Pergumulan mereka, bagaimana mendemonstrasikan kasih itu, sesuatu yang bersifat abadi dan tidak habis-habis itu.

Dan orang semakin dewasa semakin menyadari dirinya, kenal diri, tahu keterbatasan dirinya. Dia cukup mengerti kalau sudah dikasih tahu. Tidak seperti anak-anak yang diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran. Karena anak-anak itu bisa ditipu kiri-kanan, semua diikuti padahal itu bertolak belakang. Gelap mata. Itu kekanak-kanakan. Orang seperti itu tidak bergaul akrab dengan firman Tuhan. Kalau  bergaul akrab dengan firman, kita pasti menunjukkan sikap jelas, yang sesuai dengan Alkitab, tidak membeo, tidak sekadar ikut-ikutan, tetapi menjadi orang Kristen yang punya sikap jelas, dewasa, mampu menyikapi perbedaan dengan enteng tanpa harus ribut.

Kalau berpikir soal bisnis orang bisa mantap. Tetapi kalau urusan gereja orang bisa ribut. Maka banyak orang Kristen menjadi kecewa dengan gereja. Di gereja sering ribut, nilep uang juga. Bisa jadi di gereja ada orang yang masih kanak-kanak, yang masih suka iseng. Ia harus diingatkan. Coba lihat diri dan sekeliling. Mungkin banyak di antara kita yang berpikir seperti kanak-kanak, mengakibatkan munculnya pertikaian/keributan suami-istri, orang tua-anak, atasan-bawahan. Jam atau rutinitas ke gereja sangat tinggi, tetapi tidak ada perubahan yang signifikan terhadap perilaku dan sikap hidup. Jelas, itu karena masih kanak-kanak.

Jadi, analisis atas diri sendiri membuat kita bisa menemukan apakah kita sudah dewasa atau tidak, dalam konteks sudah menjadi orang Kristen yang menerima Kristus. Tetapi tidak selesai sampai di  situ, karena pertumbuhan itu tidak akan pernah berhenti dan terus memberikan pencerahan, pembaruan, pengalaman-pengalaman unik bersama dengan Tuhan, sehingga kita semakin tangguh, semakin sadar diri, kenal diri, tahu kemampuan. Oleh karena itu temukan diri dan jadilah dewasa dalam iman. Amin

Senin, 17 Februari 2014

Teologi Sistematika

.


Pendahuluan
Mata kuliah ini sifatnya mengantar mahasiswa, khususnya mahasiswa pada semester dan tahunn ajaran yang sedang berlangsung ke bidang Teologi Sistematik. Di dalam Teologi Sistematik mahasiswa akan mempelajari doktrin yang dirumuskan Gereja sepanjang abad, yaitu:
  1. Teologia Proper (Allah)
  2. Antropologi (Manusia)
  3. Soteriologi (Keselamatan)
  4. Kristologi (Yesus Kristus)
  5. Pneumatologi (Roh Kudus)
  6. Eklesiologi (Gereja)
  7. Eskatologi (Akhir zaman)
Selain itu,  ada Teologi Biblika, Teologi Historika, Teologi Praktika, Teologi Kontemporer dll. Selanjutnya mahasiswa dapat melihat pada topic pembahasan pembagian Teologi pada halam selanjutnya. Bibliologi (Alkitab)
Ketujuh mata kuliah Teologi Sistematika atau Dogmatika sebagaimana yang disebutkan di atas akan dibahas dalam semester-semester selanjutnya oleh dosen dogmatika.
Jadi,  kita tidak akan membahas berbagai doktrin yang sudah disebutkan di atas. Mata kuliah ini hanya sifatnya pembimbing ke dalam  pengenalan akan Teologi Sistematik. Sekali lagi, mata kuliah ini sifatnya hanya pembimbing ke dalam Teologi Sistematik.


  1. Pengertian Dasar Studi Teologi Sistematika
1.1.        Pengertian Teologi Sistematika
Demi memudahkan kita memahami teologi sistematika maka berikut ini kita berusaha membahas kata teologi dan sistematika, kemudian pengertian dari Teologi Sistematika. Perlu diketahui bahwa isi Teologi Sistematik adalah upaya para ahli Teologi untuk membuat isi /ajaran Alkitab (PL dan PB) dipahami artinya secara logis dan sistematis. 
Studi Kata
Apa itu teologi?
Kata teologi yang kita pakai di Indonesia itu berasal dari bahasa Yunani maka baiklah kita memeriksa arti kata itu menurut pendapat beberapa teolog (kita hanya mengambil pendapat tiga teolog).
Paul Alvis:
Kata “teologi” berasal dari kata-kata Yunani yakni dari kata theos yang berarti Allah, dan logos yang berarti: “perkataan”, “pikiran”, “percakapan”.
Jadi, menurut arti kata ini teologi adalah berpikir atau berbicara tentang Allah. Bila dikatakan   bahwa teologi adalah berpikir tentang Allah, dapat berarti bahwa hal tersebut (berteologi) adalah sesuatu yang dapat kita kerjakan dalam kesendirian.
Henry C. Thiessen:
Istilah Teologi berasal dari dua kata Yunani, yaitu theos dan logos. Theos   berarti Tuhan dan logos berarti “kata”,  “wejangan” atau “ajaran”.
Jadi, secara sempit teologi dapat didefinisikan sebagai ajaran tentang Tuhan. Dan secara luas teologi dapat diartikan seluruh ajaran Kristen, dan bujan sekadar ajaran tentang Tuhan saja, tetapi juga semua ajaran yang membahas hubungan yang dipelihara oleh Tuhan dengan alam semesta ini. Atau secara luas teologi adalah ilmu tentang Tuhan dan hubungan-hubungan-Nya dengan alam semesta (Thiessen, 1995:2)
 A.H.Strong
Teologi (Yun: theologia, gabungan dari dua kata theos, Allah dan logos, logika). Jadi, secara sederhana A. H. Strong, mendefinisikan Teologi sebagai "ilmu tentang Allah dan hubungan-hubungan antara Allah dan alam semesta." Strong juga menghubungkan pengertian Teologi dengan pendapat Aquinas yakni karena teologia itu merujuk kepada Allah, maka, Thomas Aquinas, mendefinisikannya secara spesifik, sebagai "pikiran Allah, ajaran Allah dan memimpin kepada Allah. [Sinclair B. Ferguson,ENDT: "Theology" (Downers Grove, Illinois, 1988), 680-681].
Sistem Teologi sebagaimana yang dipaparkan diatas bukan eksklusif milik orang Kristen, tetapi semua agama. Pada umumnya, dunia sekuler, berdasarkan definisi filsafat Aristoteles, menyebut disipilin Teologi sebagai Filsafat Teologi atau Metafisika. Maka jelaslah bahwa teologi Kristen harus berbeda dengan agama-agama lain, perbedaannya terletak pada sumber berteologi. Sumber berteologinya Kristen adalah Alkitab. Ini berarti bagi gereja, Teologia memiliki dua pengertian, yaitu (1). Pengajaran tentang Allah dan (2). Pengetahuan tentang Allah. Sumber utama Teologi Kristen adalah Alkitab. Teologia Kristen adalah upaya logis untuk mempelajari tentang Allah dengan sumber utama adalah Alkitab. Sedangkan tradisi dan tulisan-tulisan bapak-bapak gereja dan teolog-teolog klasik lainnya adalah sebagai pembantu-panduan pengembangan Teologi selanjutnya[1].
Ada pepatah yang menyatakan “guru kincing berdiri siswa kincing berlari” kita ganti menjadi “guru kincing berdiri murid bertanya mengapa guru kincing berdiri. Dalam hal ini para mahasiswa dapat memperluas pengertian kata teologi dari berbagai teolog berdasarkan buku-buku teologi Kristen yang berkualitas.
Adapula yang mengartikan teologi sbb:
Kata “teologi” berasal dari dua kata Bahasa Yunani, yaitu theos dan logos yang berarti “Allah” dan “kata/firman.”
 Teologi (bahasa Yunani θεος, theos, "Allah, Tuhan", + λογια, logia, "kata-kata," "ucapan," atau "wacana") adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan (Lih. bawah, "Teologi dan agama-agama lain di luar agama Kristen").
Secara Etimologi
Arti etimologis (asal kata) Istilah "Teologia" berasal dari 2 kata Yunani, yaitu: theos artinya "Allah"; dan logos artinya "perkataan, uraian, pikiran, ilmu".
Definisi Istilah "Teologia" dapat dimengerti dalam arti sempit atau arti luas. Arti luas: mencakup seluruh pokok studi (disiplin ilmu) dalam pendidikan teologia.
Arti sempit: usaha meneliti iman Kristen dari aspek doktrinnya saja yang sering disebut sebagai Teologia Sistematika.
Teologi secara etimologis diartikan sebagai “logos” mengenai “theos”, atau bercakap-cakap mengenai Allah. Ini berarti berteologi merupakan pengalaman manusia mengenai Allah, tentang tanggapan manusia terhadap Allah. (Paul Alvis, 2001:3-4)
Kesimpulan kita berdasarkan definisi di atas:
  1. Teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama.
  2. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan.
  3. Para teolog berupaya menggunakan analisis dan argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik agama.
  4. Teologi dapat dipelajari sekadar untuk menolong sang teolog untuk lebih memahami tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainnya, atau untuk menolong membuat perbandingan antara berbagai tradisi atau dengan maksud untuk melestarikan atau memperbarui suatu tradisi tertentu, atau untuk menolong penyebaran suatu tradisi, atau menerapkan sumber-sumber dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk berbagai alasan lainnya[2].
  5. Informasi para ahli teologi menyadarkan kita bahwa teologi itu bukan berasal dari budaya kita tetapi budaya Yunani.
  6. Kata 'teologi' itu berasal dari bahasa Yunani klasik, tetapi lambat laun memperoleh makna yang baru ketika kata itu diambil dalam bentuk Yunani maupun Latinnya oleh para penulis Kristen. Karena itu, penggunaan kata ini, khususnya di Barat, mempunyai latar belakang Kristen. Namun demikian, di masa kini istilah ini dapat digunakan untuk wacana yang berdasarkan nalar di lingkungan ataupun tentang berbagai agama.
  7. Di lingkungan agama Kristen sendiri disiplin 'teologi' melahirkan banyak sekali sub-divisinya[3].
Definisi:
Teologi adalah pemikiran(berpikir, berkata, bercakap-cakap) atau ajaran/doktrin yang sistematis tentang Allah dan ciptaan-Nya.
Salah satu contoh berteologi dalam narasi Alkitab (Kej. 28:10-22)
Pada saat Yakub bangun dari mimpinya di Betel, mengenai tangga yang ujungnya sampai ke langit dan malaikat-malaikat Allah turun-naik mendaki tangga itu, maka ia menyadari bahwa “Sesungguhnya TUHAN ada di tempat itu …Pada saat itu Yakub sedang berteologi. Pikirannya adalah tanggapan terhadap kehadiran Allah. Bila pikiran kita sendiri mengarah pada persoalan-persoalan makna hidup, nilai-nilai di luar batas pemikiran dan rahasia takdir manusia, maka kita sedang berteologi atau mengerjakan teologi. (Paul Alvis, 2001:2). Berteologi sebagaimana yang dikatakan diatas dapat dikerjakan dalam kesendirian tetapi juga berteologi (berpikir tentang Tuhan) bukan kebiasaan yang dapat dilakukuan dalam kesendirian tetapi dalam kebersamaan. Ini berarti teologi dapat diartikan berbicara tentang Allah dan hal-hal mengenai Allah. Contoh: Mereka saling mengatakan : Bukankah hati kami berkobar-kobar ketika Ia berbicara dengan kami di tengah jalan dan menerangkan Kitab Suci pada kita?” (Luk. 24:13-35).
Penggunaan Kata Teologi pada abad Pertengahan
Pada Abad Pertengahan, teologi merupakan subyek utama di sekolah-sekolah universitas dan biasa disebut sebagai "The Queen of the Sciences". Dalam hal ini ilmu filsafat merupakan dasar yang membantu pemikiran dalam teologi.


Kata "Teologi" diambil dari bahasa Yunani Helenis, namun demikian maknanya telah berubah jauh melalui penggunaannya di dalam pemikiran Kristen di Eropa sepanjang Abad Pertengahan dan Zaman Pencerahan.
  • Istilah theologia digunakan dalam literatur Yunani Klasik, dengan makna "wacana tentang para dewa atau kosmologi  (lihat Lidell dan Scott Greek-English Lexicon untuk rujukannya).
  • Aristoteles membagi filsafat teoretis ke dalam mathematice, phusike dan theologike. Yang dimaksud dengan theologike oleh Aristoteles kira-kira sepadan dengan metafisika, yang bagi Aristoteles mencakup pembahasan mengenai hakikat yang ilahi. Sejak itu istilah ini telah diambil oleh berbagai tradisi keagamaan Timur maupun Barat.
  • Dengan meminjam dari sumber-sumber Yunani, penulis Latin Varro membedakan tiga bentuk wacana ini: mitis (menyangkut mitos-mitos tentang para dewata Yunani), rasional (analisis filosofis mengenai para dewata dan kosmologi) dan sipil (menyangkut ritus dan tugas-tugas keagamaan di tengah masyarakat).
  • Para penulis Kristen, yang bekerja dengan kerangka Helenistik, mulai menggunakan istilah ini untuk menggambarkan studi mereka. Kata ini muncul sekali dalam beberapa naskah Alkitab, dalam judul Kitab Wahyu: apokalupsis ioannou tou theologou, "penyataan kepada Yohanes sang theologos". Namun demikian, kata ini merujuk bukan kepada Yohanes sang "teolog" dalam pengertian bahasa kita sekarang, melainkan – dengan menggunakan arti akar kata logos dalam arti yang sedikit berbeda, dan di sini tidak dimaksudkan sebagai "wacana rasional" melainkan dalam arti "firman" atau "pesan". Dengan demikian, sang "theologos" di sini dimaksudkan sebagai orang yang menyampaikan firman Allah - logoi tou theou.
  • Teologi adalah "iman yang mencari pengertian (fides quaerens intellectum)." - Anselmus dari Canterbury
  • "Teologi adalah upaya untuk menjelaskan hal-hal yang tidak diketahui dalam pengertian-pengertian dari mereka yang tidak patut mengetahuinya." - H. L. Mencken
  • "Teologi yang otentik tidak akan mengizinkan orang terobsesi dengan dirinya sendiri." - Thomas F. Torrance dalam Reality and Scientific Theology
  • "Teologi memberitakan bukan hanya apa yang dikatakan oleh Alkitab, melainkan juga apa maknanya." - J. Kenneth Grider dalam A Wesleyan-Holiness Theology (Kansas City: Beacon Hill, 1994), hlm. 19.
  • "Saya tidak membutuhkan orang bodoh yang tidak menyukai musik, karena musik adalah pemberian Allah. Musik dapat mengusir Iblis dan membuat orang berbahagia, dan dengan demikian mereka melupakan segala kemarahan, ketidaksetiaan, kesombongan, dan sejenisnya. Setelah teologi, saya menempatkan musik pada tempat yang tertinggi dan memberikan kepadanya keagungan yang tertinggi." — Martin Luther, dikutip dalam Martin Marty, Martin Luther, 2004, hlm. 114.[4]
Sedangkan sistematika diartikan pengetahuan mengenai klasifikasi (penggolongan/urutan) pengajaran Alkitab ke dalam system secara logis.
Sumber:
Paul Avis, Ambang Pintu Teologi, Jakarta : BPK, 2001
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Malang : Gandum Mas, 1995
http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi
Definisi umum: Teologia ialah pengetahuan yang rasional tentang Allah dan hubungannya dengan karya/ciptaan-Nya seperti yang dipaparkan oleh Alkitab.
Definisi khusus: Teologia Sistematika ialah bagian dari divisi Teologia yang mengatur secara terperinci dan berurutan tema-tema dari ajaran doktrin dalam Alkitab.
Pengertian Teologi Sistematika
Apa itu teologi sistematika?
Bila kata “teologi”diartikan “Allah” dan “kata/firman.” Maka perpaduan atau kombinasi kata “teologi” dengan “sistematika dapat berarti “studi tentang Allah.” Sedangkan kata"Sistematika" berasal dari kata sustematikos, artinya penempatan/ penyusunan secara tepat. Sistematika menunjuk pada sesuatu yang ditempatkan dalam sistim. Oleh sebab itu teologia sistematika berarti pembagian teologi ke dalam sistim yang menjelaskan berbagai bidang. Contohnya, banyak kitab dalam Alkitab yang memberi informasi mengenai malaikat. Tidak ada satu kitabpun yang memberi semua informasi mengenai malaikat. Teologia sistematika mengambil semua informasi mengenai malaikat dari semua kitab dalam Alkitab dan mengaturnya ke dalam suatu sistim, angelologi. Inilah yang dilakukan oleh teologia sistematika – mengatur pengajaran-pengajaran Alkitab ke dalam berbagai kategori.
Teologi sistematik atau Sistematika Teologi adalah upaya menyusun teologia-teologia yang membentuk Doktrin. Doktrin yang diajarkan oleh Alkitab tersusun atas Teologi-Teologi dari masing-masing penulis Alkitab (PL-PB). Teologia sistematika adalah sebuah alat penting untuk menolong kita mengerti dan mengajarkan Alkitab dengan cara yang teroganisir.[5]
Jadi teologi sistematik adalah pengetahuan mengenai klasifikasi (penggolongan/urutan) pengajaran Alkitab ke dalam system secara logis.
Dengan kata lain, teologi sistematika adalah percakapan  tentang Allah dan ciptaan-Nya secara sistematis/berurutan secara logis.
Misalnya dalam aspek doktrin, mana yang lebih duluan dipelajari. Apakah Doktrin Allah atau Doktrin Manusia … dimulai dari mana dan berakhir dimana. Misalnya ada yang mulai dari Doktrin Allah dan berakhir di Doktrin Akhir Zaman. Mengapa demikian (logika/logisnya dan teologisnya)
Contoh teologi sistematika:
Teologi Proper/Teologi Umum atau Paterologi adalah studi mengenai Allah Bapa.
Antropologi Alkitab (doktrin manusia) 
Kristologi adalah studi mengenai Allah Anak, Tuhan Yesus Kristus.
Soteriologi adalah studi mengenai keselamatan.
Pneumatologi adalah studi mengenai Allah Roh Kudus.
Bibliologi adalah studi mengenai Alkitab.
Ekklesiologi adalah studi mengenai gereja.
Eskatologi adalah studi mengenai akhir zaman.
Angelologi adalah studi mengenai malaikat.
Demonologi Kristen adalah studi mengenai Iblis dari perspektif Kristen.
Antropologi Kristen adalah study mengenai manusia. Hamartiologi adalah studi mengenai dosa.

Teologi Biblika adalah studi mengenai kitab (-kitab) tertentu dalam Alkitab dan menekankan berbagai aspek teologia yang berbeda yang menjadi fokusnya. Contohnya: Injil Yohanes adalah injil yang sangat Kristologis karena banyak memusatkan pada keillahian Kristus (Yohanes 1:1, 14; 8:58; 10:30; 20:28).
Teologi Historis adalah studi mengenai doktrin-doktrin dan bagaimana doktrin-doktrin itu berkembang sepanjang berabad-abad dari gereja Kristen.
Teologi Dogmatika adalah studi mengenai kelompok-kelompok Kristen tertentu yang memiliki doktrin yang sistimatis, seperti misalnya teologia Calvinistik dan teologia dispensasi.
Teologi Kontemporer adalah studi mengenai doktrin-doktrin yang berkembang dan menjadi perhatian baru-baru ini.
Hamartiologi adalah studi mengenai dosa.
Teologia sistematika adalah sebuah alat penting untuk menolong kita mengerti dan mengajarkan Alkitab dengan cara yang teroganisir.[6]
Teologi Kontemporer adalah studi mengenai doktrin-doktrin yang berkembang dan menjadi perhatian baru-baru ini.
Jadi, teologia sistematika adalah sebuah alat penting untuk menolong kita mengerti dan mengajarkan Alkitab dengan cara yang teroganisir.[7]
Berdasarkan pembahasan di atas menjadi jelas bahwa kata teologi itu bukan berasal dari budaya kita tetapi budaya Yunani. Kata 'teologi' berasal dari bahasa Yunani klasik, tetapi lambat laun memperoleh makna yang baru ketika kata itu diambil dalam bentuk Yunani maupun Latinnya oleh para penulis Kristen. Karena itu, penggunaan kata ini, khususnya di Barat, mempunyai latar belakang Kristen. Namun demikian, di masa kini istilah ini dapat digunakan untuk wacana yang berdasarkan nalar di lingkungan ataupun tentang berbagai agama. Di lingkungan agama Kristen sendiri disiplin 'teologi' melahirkan banyak sekali sub-divisinya[8].
Hubungan Doktrin, Dogma dengan Sistematika Teologi
Tentang Sistematika Teologi
Sistematika Teologi adalah upaya menyusun Teologia-Teologia (Teologi proper dst),  yang membentuk Doktrin. Doktrin yang diajarkan oleh Alkitab tersusun atas Teologi-Teologi dari masing-masing penulis AlkPerpektif Teologi, yakni Teologi Perjanjian Lama [teologi menurut penulis-penulis PL. di PL. Contoh: Teologia Ayub. dll.] dan Teologi Perjanjian Baru [Teologi menurut para penulis PB. di PB. Contoh: Teologi Paulus, dll.]. Semua penulis Alkitab menyepakati tentang tema-tema secara obyektif, misalnya, tema Kristus (--Christology). Penjelasan tema ini menyebar di seluruh Alkitab (PL-PB) sebelum disistematisasikan dalam oleh para teolog sistematika. Tema-tema Alkitab ini kemudian disintesa secara kategorial sehingga membentuk akumulasi tema-tema tertentu oleh Bapa-Bapa Gereja, sehingga tema itu mudah dipahami dan dapat diajarkan secara tuntas.
Ada tiga kriteria untuk menentukan Doktrin: (1). Doktrin itu sangat ditekankan dalam Kitab Suci. (2). Doktrin itu sangat penting dan berpengaruh dalam Ajaran Gereja sepanjang masa. (3). Doktrin itu sangat berpengaruh bagi pengajaran gereja sepanjang masa. Karena kesesuaiannya dengan situasi kontemporer (perubahan), Doktrin-Doktrin itu lebih diterima pada hari ini, ketimbang buku-buku teks Teologi Sistematika. [Wayne Grudem, Systematic Theology: An Introduction to a Biblical Doctrine (GR. Michigan: Zondervan Pub. House, 1994), 25-26].[9]
Usaha mensintesa tema-tema Alkitab ini disebut usaha Sistematisasi Doktrin. Tema-tema Alkitab yang menyebar dan telah diakumulasi itu membentuk beberapa tema mayor, misalnya, secara umum ada 7 Doktrin mayor dalam Alkitab (sebutannya bisa berbeda): (1). Doktrin Alkitab. (2). Doktrin Allah. (3). Doktrin Manusia. (4). Doktrin Kristus dan Roh Kudus. (5). Doktrin Aplikasi Penebusan. (6). Doktrin Gereja. (7). Doktrin Akhir zaman. Istilah "Doktrin" tidak dapat diganti dengan istilah "Teologi" Misalnya: "Doktrin Allah" tidak bisa menjadi "Teologi Allah", dll. Doktrin-Doktrin (Misalnya: Doktrin Allah) ini bisa dipersempit, seperti: Doktrin Kekekalan Allah, atau Doktrin Trinitas, atau Doktrin Penghakiman Allah. Doktrin-Doktrin, dalam pengajaran dan penyelidikannya bisa dikembangkan, tetapi tidak akan berubah atau bertambah, selama Alkitab Kanonik (PL-PB) adalah Sumber Doktrin itu[10].
Dengan demikian, berdasarkan fungsinya, tugas seorang teolog sistematika adalah menata secara Logis semua Doktrin yang sudah tersedia di Alkitab dengan panduan Tokoh-Tokoh Besar dalam penelitian Teologi lainnya. Misalnya, John Calvin, dengan Institutionya tidak bisa lepas dari karya-karya Bapak-Bapak Gereja, seperti Agustinus, Thomas Aquinas, dll. Hasil akhir dari usaha "Sistematisasi" Doktrin Alkitab itu disebut Teologi Sistematika. (Silahkan bandingkan dengan karya Louis Berkhof, Teologi Sistematika (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesi oleh LRII, Jakarta)[11]
Tentang Doktrin
Doktrin merujuk kepada pengajaran tentang Allah yang bersumber dari Alkitab. Sebuah Doktrin adalah apa yang seluruh kitab suci ajarkan tentang topik-topik tertentu kepada kita hari ini. Doktrin ini terkait langsung dengan definisi Teologi Sistematika. Doktrin dapat bermakna sempit atau luas. Doktrin yang luas, misalnya, Doktrin Allah, termasuk sebuah ringkasan dari apa yang Alkitab katakan kepada kepada kita tentang Allah. [Wayne Grudem,Systematic Theology: An Introduction to a Biblical Doctrine(G. R. Michigan: Zondervan Pub. House, 1994), 25-26]. Pengertian Doktrin secara sederhana adalah ajaran utama Alkitab. Ajaran yang tertulis dalam Alkitab. Ajaran itu tidak pernah salah atau tidak konsisten atau berubah[12].
Tentang Dogma
Dogma merujuk kepada apa yang dilihat benar oleh seseorang dan yang mempengaruhi pendiriannya. Dalam gereja, Doktrin adalah Kebenaran Sejati yang dinyatakan oleh Allah di dalam Kristus dan tertulis dalam Alkitab. Doktrin yang telah disepakati akan disebut Dogma. Doktrin menentukan Dogma. Dogma-dogma Kristen ditetapkan dalam Konsili-Konsili. Misalnya, Doktrin Kristus (--Kristologi, sebagai Doktrin yang banyak menghadapi permasalahan) disepakati sebagai Dogma Gereja dalam 4 kali Konsili, tahun 325, 787, 1215 dan 1545-1563 Masehi. [Hendrikus Berkhof, Introduction to the Study of Dogmatics (G. R, Mich.: W. B.Eerdman Pub. Co., 1985), 4-6.]. Tentang Konsili-Konsili, silahkan baca di F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja: "Konsili" (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1994), 127-139.[13]
Jadi, Dogma yang sejati dasarnya adalah Doktrin atau Pengajaran yang bersumber dari Alkitab itu sendiri dan ditetapkan oleh Konsili Gereja sebagai Dogma Gereja yang sah dan benar[14].
Tentang "Aliran Teologi"
Aliran Teologi adalah adalah suatu Sistem Pemahaman Teologi yang dikembangkan oleh seseorang atau kelompok dalam suatu masa atau generasi tertentu, yang kemudian diwariskan kepada pengikut atau generasi berikutnya. Sistem ini membentuk sebuah sudut pandang tertentu yang unik yang dianggap dan diyakini benar sehingga membentuk Komunitas dengan sejarah pemikiran yang sama dan gerakan yang sama. Orang-orang yang tergabung di dalam Komunitas ini akan disebut sesuai nama-nama Teori atau Teologinya atau pencetusnya.[15]
Contoh[16]:
(a). Gereja-gereja yang mewarisi Teologia Reformator, misalnya, Martin Luther atau John Calvin, maka gereja-gereja ini beraliran Teologia Reformasi atau Injili tetapi tidak disebut "berdoktrin Luther atau Calvin" atau berdoktrin Reformasi. Karena Luther atau Calvin atau Reformator lainnya tidak menciptakan Doktrin tetapi hanya memurnikan Doktrin yang sudah ada. Meskipun, Calvin menemukan cara pandangan lain dalam mengembangkan Doktrin Keselamatan dari Alkitab, tentang "Predestinasi" dan "Inneransi Alkitab", dll.; yang sebelumnya diabaikan oleh para teolog Katolik Roma.
(b). Misalnya, jika ada Pendeta yang mengatakan: "Kami menganut Doktrin Calvin, dapat dipastikan bahwa yang dia maksudkan adalah "Doktrin yang diwariskan oleh Calvin atau para Reformator "bukan Doktrin Menurut Calvin". Calvin sendiri mendasari Teologianya pada Alkitab. Doktrin-Doktrin yang Dia ajarkan pun adalah dari Alkitab. Silahkan Baca terjemahan dan ringkasan buku Yohanes Calvin, Institutio.
(c). Gerakan Kharismatik adalah suatu aliran yang menekankan kharisma dalam pelayanan dan ibadah. Gereja-gereja ini beraliran Kharismatik atau Pentakostal. Sebenarnya. Kharismatik dan Pentakosta disebut "gerakan, movement)", bukan "Aliran Teologi". Karena dalam tradisi, Kharismatik tidak menciptakan atau membuat Aliran Teologia atau "Doktrin Baru", tetapi para penggerak Kharismatik atau Pentakostal itu memberikan penekanan pada hal-hal yang margin - yang tidak utama dalam Doktrin Ortodoks. Misalnya, Doktrin Baptisan. Gerakan Kharismatik atau Pentakostal mengajarkan bahwa baptisan "harus" selam, jika tidak, berarti tidak sah atau salah. PAdahal tidak harus seperti itu.
Aliran Teologi Membentuk Komunitas[17]
Macam-macam Aliran Teologi yang membentuk komunitasnya sendiri dalam Organisasi-Organisasi dan Yayasan-Yayasan dalam Kristiani. Antara lain:
1. Angglikan
2. Arminian
3. Baptis
4. Dispensasional
5. Lutheran
6. Reformed/Presbiterian
7. Kahrismatik/Pentakostal
8. Katolik Traditional
9. Katolik Paska Konsili Vatikan II.
10. Kristen Ortodoks
11. Dsb.
Corak suatu Denominasi sangat dipengaruhi oleh Pemikiran dan Teologia yang dianut oleh Perintisnya.
Salah satu contoh berteologi sesuai konteks pergumulan yang dihadapi oleh komunitas berteologi, seperti:
Teologi pembebasan.  
Teologi pembebasan adalah sebuah paham tentang peranan agama dalam ruang lingkup lingkungan sosial. Dengan kata lain Teologi pembebasan adalah suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran dan nilai keagamaan pada masalah kongkret di sekitarnya. Dalam kasus kelahiran Teologi Pembebasan, masalah kongkret yang dihadapi adalah situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan rakyat. Paham ini hampir terdapat pada semua agama di dunia.Teologi Pembebasan merupakan refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial. Karena itu masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan. Mereka mempertanyakan seperti apa tanggung jawab agama dan apa yang harus dilakukan agama dalam konteks pemiskinan struktural[18].
1.2. Tempat/kedudukan Teologia dengan disiplin ilmu lain
Pertanyaan yang sering timbul adalah, kalau Teologia adalah pengenalan tentang Allah dan karya-Nya, bagaimana hubungan Teologia dengan ilmu-ilmu yang lain (musik, filsafat, sosiologi, kedokteran, dll? Dengan percaya bahwa seluruh kebenaran adalah berasal dari Allah, maka tidak seharusnya Teologia bertentangan dengan disiplin-disiplin ilmu yang lain, baik itu kebenaran alam, filsafat, musik, dll., bahkan seharusnya mereka akan saling melengkapi[19].
Jadi, kedudukan teologi dengan disiplin ilmu lain ialah bahwa berbagai ilmu itu saling melengkapi. Misalnya filsafat menolong teologi untuk menyusun isi teologi secara logis sehingga dapat diterima oleh orang lain. Matematika dan ilmu-ilmu lain member kontribusi kepada teologi.
1.3. Tugas/fungsi/Pentingnya Teologi Sistematika
Dalam website Sabda disbutkan beberapa kegunaan mempelajari Teologia secara sistematis, yaitu:
  1. Karena manusia sebagai mahluk ciptaan yang berasio maka manusia mempunyai . kecenderungan untuk berpikir dan mempelajari sesuatu secara sistematis. Dengan demikian jelaslah bahwa Teologia sistematis berusaha mensistematiskan isi ajaran Alkitab dari kitab Kejadian sampai Wahyu sehingga mudah dipahami.
  2. Sifat Alkitab sendiri yang menuntut untuk disusun secara sistematis. Kebenaran tersebar secara acak di seluruh bagian Alkitab, sehingga perlu disusun secara sistematis.
  3. Bahaya pengajaran sesat. Untuk memberikan jawaban akan iman kepercayaannya dan sekaligus melawan setiap tantangan dari pengajaran palsu. 1Pe 3:15, Efe 4:14
  4. Alkitab adalah sumber doktrin Kristen. Tugas orang Kristen adalah untuk menjelaskan doktrin-doktrin itu dalam sistematika yang baik dan di dalam konteks yang tepat sehingga dapat menjawab pertanyaan, "Apa yang diajarkan oleh Alkitab kepada kita untuk jaman ini?"
  5. Alkitab adalah pedoman hidup Kristen. Mengerti Teologia bukan hanya sekedar sebagai pengetahuan teoritis, tapi juga sebagai gaya hidup yang berintegritas. 2Ti 2:24-25; 2Ti 3:15-16
  6. Keutuhan keseluruhan kebenaran Firman Tuhan yang bersistem sangat dibutuhkan oleh pekerja Kristen yang efektif.[20]
        1.4. Norma/sumber/metode
Bila dalam definisi teologi diartikan berpikir tentang Allah dan karya-Nya, merenung tentang Allah dan karya-Nya, ilmu tentang Allah dan karya-Nya maka jelaslah dibutuhkan norma/sumber/metode. Sebab bila tidak ada norma/sumber/metode maka setiap orang akan berbeda-beda dalam memikirkan tentang Allah dan karya-Nya. Mereka yang memulai dengan akal semata akan mengatakan bahwa Allah itu tidak ada (komunis), sebaliknya mereka yang memulai berpikir tentang Allah dan karya-Nya hanya berdasarkan pikiran semata (baca filsafat/berpikir mendalam dengan memakai metode berpikir ilmiah) akan menghasilkan teologi yang berbeda dengan Alkitab (Allah dan karya-Nya yang dibicarakan oleh mereka yang hanya berdasarkan pendekatan filsafat). Di sinilah pentingnya norma berteologi yaitu Alkitab, sumber berteologi yaitu Alkitab, metode berteologi yaitu Alkitab.
Dengan demikian maka berteologi sangat erat kaitannya dengan norma/sumber/metode. Hasil teologi sangat ditentukan oleh norma/sumber/metode berteologi. Ini disebabkan karena Teologi dalam definisinya yaitu berpikir, berbicara, perkataan, uraian, ilmu tentang Allah. Bila manusia yang berteologi tidak mempunyai norma/sumber/metode maka akan menghasilkan teologi yang tidak pasti. Dengan demikian norma berteologi/sumber berteologi/metode berteologi orang Kristen adalah Alkitab. Artinya orang Kristen dapat berpikir, merenung, berbicara, berkata-kata, bercakap-cakap, menuturkan tentang Allah sejauh yang disaksikan dalam Alkitab.
Jadi, norma berteologi, sumber berteologi, metode berteologi adalah Alkitab. Filsafat hanya membantu dalam berteologi berdasarkan Alkitab. 
Jadi, kita dapat mempertegas sumber berteologi sbb:
  1. Alkitab sebagai sumber yang paling utama yang menjadi otoritas tertinggi dan mutlak bagi iman dan kehidupan Kristen.
  2. Tradisi gereja khususnya dari Bapak-bapak Gereja, dan perkembangan pengajaran di gereja dari zaman ke zaman, yaitu tentang apa yang diterima/ditolak oleh gereja sepanjang sejarah.
  3. Buku-buku Lain Sumber-sumber lain berasal dari buku-buku yang sudah "jadi" yang dihasilkan oleh teologia biblika, historika atau filosofika untuk dipergunakan sebagai sarana membantu menyelidiki Alkitab dengan lebih sehat.
Sumber pertama menjadi pedoman untuk menilai sumber 2 dan 3 (lihat 3 point di atas).
Setelah kita membicarakan metode berteologi maka sekarang kita memperhatikan beberapa metode berteologi dari para teolog masa lampau.
Metode Berteologi
Sebelum mengemukakan metode berteologi, ada hal-hal yang patut diperhatikan yaitu syarat dan keterbatan berteologi. Website sabda memaparkan beberapa syarat berteologi:
  1. Syarat-syarat berteologi [21].
    1. Presupposisi (praduga awal) setiap orang mengawali pemikiran dengan anggapan (asumsi).
    2. Mempunyai perlengkapan rohani dan sikap yang taat. Seorang yang mempelajari Alkitab tidak mungkin bersikap objektif, karena ia harus percaya terlebih dahulu bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang tidak mungkin salah (iman mendahului rasio). "Karena percaya, orang mengerti" (Augustinus). Rasio adalah alat yang dipakai untuk mengerti pengetahuan.
    3. Membutuhkan penerangan Roh (iluminasi)
      1. harus percaya
      2. harus berpikir
      3. harus mempunyai ketergantungan
      4. sikap ibadah (penyembahan)
Dalam berteologi juga mesti disadari bahwa ada keterbatasan. Sabda menyebutkan paling tidak ada 2 keterbatasan yaitu: [22].
  1. Keterbatasan teologia
    1. Keterbatasan pemikiran manusia untuk memikirkan pikiran Allah yang tidak terbatas.
    2. Kekurangan ilmu pengetahuan pembantu.
    3. Keterbatasan bahasa manusia.
    4. Kekurangan ketrampilan untuk menguasai dan mengartikan secara tepat Alkitab secara utuh dan menyeluruh. (hermeneutik).
    5. Bungkamnya penyataan lanjutan.
    6. Pengaruh dosa dan kehendak daging.
  1. Metode-metode Teologia. [23].
    1. Metode Charles Hodge Memakai metode induktif, yaitu dengan mengumpulkan fakta-fakta, kemudian ditarik kesimpulan. Alkitab adalah gudang fakta (yang tidak dapat dicerna disingkirkan, karena, tidak diterima oleh rasio).
    2. Metode Karl Barth Teori Barth mengatakan: bahwa manusia tidak mungkin mengenal Allah (karena di luar jangkauan rasio manusia). Oleh karena itu Allah yang mencari manusia. Imanlah yang membantu manusia untuk bisa bertemu Allah (yang mencari mereka). Karena Allah ada di luar jangkauan manusia maka Allah menjadi "tersembunyi". Satu-satunya cara manusia untuk menerima kebenaran adalah melalui cara supranatural dan Allah harus menemui manusia langsung sehingga manusia mempunyai bukti pengalaman tentang Dia. Maka pernyataan teologis harus didasarkan pada pengalaman supranatural itu.
    3. Metode Torrance Ilmu adalah suatu keterbukaan terhadap obyek. Ilmu terjadi, karena manusia menaklukkan diri pada obyek penelitiannya yang intrinsik, yang untuk nantinya manusia mampu memberikan penjelasan rasionalitasnya terhadap obyek itu. Teologi juga demikian meskipun teologi mempunyai jenis rasionalitas sendiri, tidak perlu sama dengan rasionalitas disiplin ilmu yang lain.
Teologi yang obyektif adalah sejauh mana teologi tunduk dan terbuka pada obyek penelitiannya. Torrance menyangkal bahwa Obyeknya adalah Allah, karena Allah harus menjadi subyek, maka kalau begitu obyek lah (Allah) yang akan mempertanyakan tentang manusia.
    1. Metode Paul Tillich Metode yang dipakai adalah Metode Korelasi. Keprihatinannya yang utama adalah bagaimana menyampaikan berita Alkitab kepada situasi dunia kontemporer sekarang ini. Untuk menjawab ini maka pertanyaan-pertanyaan manusia modern itu dihubungkan sedemikian rupa dengan jawaban dari tradisi kristen, sedangkan jawaban-jawabannya ditentukan oleh bahasa filsafat, sains, psikokologi dan seni modern. Ia yakin tentu ada kaitan antara pikiran dan problema manusia dengan jawaban yang diberikan oleh kepercayaan dalam agama. Untuk itu ia menolak jawaban yang supranaturalisme dari fundamentalisme, dan juga menolak naturalisme dari liberalisme.
Penekanan metode Tillich adalah pada penggunaan bahasa simbolik religius. Ia yakin bahwa pengetahuan tentang Allah hanya dapat diuraikan melalui penggunaan kata-kata simbolik secara semantik. Tugas kita adalah menterjemahkan simbol religius dalam Alkitab ke dalam suatu urutan atau susunan simbol yang teratur melalui prinsip-prinsip dan metode-metode teologis.
    1. Metode Interpretasi Analitis Teologi adalah ilmu tentang Allah; yang memberikan paparan yang koheren (menyatu, berkaitan, teratur, logis) tentang doktrin-doktrin iman Kristen. Landasan utama yang dipakai dalam metode ini adalah percaya bahwa seluruh Alkitab adalah sebagai Firman Allah, kemudian sebagai respons mau tidak mau kita harus menginterpretasikan (menafsirkan) berita Alkitab ini lalu menterjemahkannya ke dalam bahasa kontemporer yang akan relevan dengan manusia di setiap jaman, budaya dan konteks.
Dengan demikian unsur terpenting dalam metode ini adalah penafsiran (karena segala sesuatunya harus ditafsirkan). Penafsiran yang tepat akan menghasilkan produk teologi yang tepat. Untuk itu seorang penafsir harus melakukan hal-hal berikut ini:
      1. Penafsir harus setia pada kebenaran Alkitab sebagai sumber normatif dan tidak mungkin keliru bagi semua manusia (Biblikal).
      2. Penafsir harus memakai sistem penafsiran yang sehat (ilmu Hermeneutiks) yaitu: melihat dari sudut pandang dan maksud orisinil penulis (dilihat dari latar belakang historis, budaya, ekonomi dan gramatikal/bahasanya), lalu hasil penafsirannya itu (dari Kejadian - Wahyu) diteliti, dianalisa dan dipadukan. Kemudian ditarik kesimpulan dan prinsip-prinsip, apa yang sebenarnya Alkitab ingin ajarkan secara keseluruhan bagi kehidupan normatif sepanjang jaman.
      3. Untuk tugas di atas penafsir juga harus melihat dirinya sendiri (latar belakang, dll.) sehingga ia betul-betul terbuka kepada Alkitab dan tidak berbias, mengurangi, atau memanipulasinya. Selain itu, sifat penafsiran ini juga harus sesuai dengan sifat kekinian sehingga dapat diaplikasikan untuk menjawab kebutuhan manusia kontemporer.
      4. Keseluruhan hasil penafsiran ini perlu disusun sedemikian rupa untuk memenuhi standard ilmu (analistis, dengan metode yang tepat dan teratur, sistematik dan diungkapkan dengan bahasa yang jelas). Teologia yang dihasilkan dari penyusunan ini dijamin sifat biblikal, sistematik, kontekstual dan praktikalnya.
Dasar pemahaman adalah dari 2Ti 3:16-17; kita tidak mendayagunakan teologi untuk memperbaiki ketidak-jelasan yang ada dalam Alkitab tapi untuk menerangi ketidak-jelasan pikiran manusia dalam menanggapi isi Alkitab[24].
Pembagian Teologi
  1. Dalam arti luas Teologia, sebagai keseluruhan pokok studi pendidikan Teologia, dibagi menjadi:
    1. Teologia Biblika (Eksegetis) Teologia yang berurusan dengan penelahaan isi naskah Alkitab dan alat- alat bantunya, untuk tujuan menggali, mengerti dan mengartikan apa yang ditulis dalam Alkitab.
    2. Teologia Historika (Sejarah) Teologia yang berurusan dengan sejarah umat Allah, Alkitab dan gereja, untuk tujuan mengikuti dan menyelidiki perkembangan iman/teologia dan sejarahnya dari jaman ke jaman.
    3. Teologia Sistematika (Doktrin Iman Kristen) Teologia yang berurusan dengan penataan doktrin-doktrin dalam Alkitab menurut suatu tatanan logis, untuk tujuan menemukan, merumuskan, memegang dan mempertahankan dasar pengajaran iman Kristen dan tindakan yang sesuai dengan Alkitab.
    4. Teologia Praktika (Pelayanan) Teologia yang berurusan dengan penerapan teologi dalam kehidupan praktis, untuk tujuan pembangunan, pengudusan, pembinaan pendidikan dan pelayanan jemaat dan umat manusia pada umumnya.
Teologi Dalam Arti Sempit
 
Teologia, sebagai usaha meneliti iman Kristen dari aspek doktrinnya, dibagi menjadi beberapa bidang studi:
    1. Bibliologi (Alkitab)
    2. Teologia Proper (Allah)
    3. Antropologi (Manusia)
    4. Soteriologi (Keselamatan)
    5. Kristologi (Yesus Kristus)
    6. Pneumatologi (Roh Kudus)
    7. Eklesiologi (Gereja)
    8. Eskatologi (Akhir zaman)
  1. Struktur pembagian Teologia Sistematika
Teologi Kristen dibagi ke dalam 4 kelompok:
1. Teologi Eksegetis

Teologia Eksegetis meliputi penelaahan Bahasa-Bahasa, Arkeologi, Pengantar, Hemeneutika, Teologi Alkitabiah.
2. Teologi Historis

Teologi historis merunut sejarah umat Allah dalam Alkitab (PL) dan Gereja sejak Yesus Kristus [PB]. Teologi Historis membahas awal mula, perkembangan, dan penyebaran Agama yang sejati dan juga semua Doktrin, organisasi, dan kebiasaannya. Di dalamnya termasuk juga Sejarah Alkitab, Sejarah Gereja, Sejarah Pekabaran Injil, sejarah Ajaran dan sejarah Pengakuan Iman.
3. Teologi Sistematika
Teologi Sistematika menggunaan bahan-bahan yang disajikan oleh (1). Teologi Eksegesis dan (2). Teologi Historis, lalu menatanya menurut suatu Tatanan yang Logis sesuai dengan tokoh-tokoh besar dalam penelitian teologis. Teologi Sistematika membahas Apologetika, Polemik dan Ajaran Etika Alkitabiah.
4. Teologi Praktis

Teologi Praktis meliputi pokok-pokok seperti Homiletika, Organisasi dan Administrasi Gereja, Ibadat, Pendidikan, dan Penginjilan.
Jadi, integrasinya, Doktrin yang ada di Alkitab ditelaah secara Eksegetis berdasarkan Historisitasnya [doktrin berkembang dalam konteks sejarah secara progresif selama pembentukan PL dan PB], kemudian keduanya Disistematisasikan oleh para ahli untuk tujuan Praktis atau aplikasi hidup. [Henry C. Thiessen, Teologi Sistematik, (Malang: Gandum Mas, 1993), 31-32
  1. Sejarah Teologi Sistematika
            Berteologi itu pada esensinya bersifat individual tetapi juga bersifat komunal/bersama atau berteologi itu terjadi dalam kesendirian tetapi serempak kebersamaan. Oleh karena itu maka berteologi selalu ada dalam sejarah dan tidak pernah di luar sejarah. Berteologi ada dalam sejarah, telah dimulai sejak manusia ada di dunia ini. Contoh sederhana Adam dan Hawa berteologi di taman Eden (Kej. 1, 2 dan 3). Namun sejarah teologi yang akan kita bahas di sini yaitu berteologi secara sistematis. Kita mulai dengan Gereja mula-mula dan selanjutnya. Berikut ini bahasan secara singkat sejarah teologi sistematis.
             
2.1. Gereja Mula-mula/Gereja Lama:
            Origenes    :
Karya Origenes, Asas-asas Pertama yang dikarang pada tahun 220-an biasanya dianggap sebagai “teologi sistematik” yang pertma.
Origenes tertarik dengan hubungan antara roh dan zat.
Origenes mengajarkan tentang hierarki malaikat-malaikat dan setan-setan dan pra eksistensi jiwa-jiwa manusia serta penjelmaannya kembali dalam masa atau masa-masa yang akan datang dalam bentuk yang makin rohani.
Jatuh bangunnya sejarah ciptaan adalah sejarah mengenai pengembalian ke asal
Origenes mempertahankan gagasan kebebasan mahluk sebagai bentuk perlawanan Kristen terhadap fatalisme Gnostik.
Origenes mengharapkan bahwa oleh “pendidikan’, “dorongan” dan “hukuman” semua mahluk rasional akan menjadi bagian dari pemulihan universal dari kesatuan dan kesempurnaan di dalamnya “Allah adalah segala dalam segalanya”.(avis, 2001:59-60)
            Gregorius dari Nyssa
Ia terkenal karena tafsiran-tafsirannya yang bersifat mistik pada Hidup Musa dan Kidung Agung.
Ia juga merumuskan pernyataan klasik mengenai Trinitas pada akhir abad ke-4.
Orasi Kateketik Besar merupakan karya tulis Gregorius yang secara sistematik menguraikan iman Kristen. Karya itu dipakai sebagai bantuan bagi pengajar katekisasi.
Pengajar harus memperhatikan berbagai latar belakang asal dari orang yang bertanya-tanya serta calon sidi.
Melawan ateisme,  keberadaan Allah harus dibuktikan dari sudut kebijaksanaan dan seni penciptaan.
Trinitas harus dipertahankan melawan monoteisme Yahudi dan politeisme orang kafir.
Logos ilahi adalah perantara penciptaan, dan umat manusia secara khusus adalah hasil berlimpah ruah kasihNya.
Manusia adalah mahluk berakal budi yang diciptakan untuk mengambil bagian dan bersukacita dalam berkat-berkat Allah.
Karunia kebebasan telah disalah gunakan untuk menolak hal-hal yang baik demi hal-hal yang kurang berharga.
Inkarnasi Logos- dalam hal apapun tidak asing bagi ciptaanNya sendiri – adalah perbuatan bebas kasih Allah, dilaksanakan karena umat manusia butuh sentuhan agar dapat disembuhkan.
Allah merendahkan diri menunjukkan pembuktian kuasaNya
Keadilan Allah diperlihatkan dalam perbuatan, bahkan si pendusta telah diperlakukan secara adil dalam karya penebusan.
Penyelamatan harus diterima melalui iman dan dilaksanakan melalui keutamaan.
Bila orang memintanya dari Allah, dengan penuh kepercayaan akan janji-Nya, maka Ia akan memperbaharui jiwa lewat baptisan.
Lewat roti perjamuan yang telah menjadi tubuh-Nya, firman pemberi kehidupan memelihara orang percaya untuk penyatuan abadi dengan-Nya dalam kebahagiaan yang tak terkatakan.
Anak Allah harus dikenali lewat akhlak serta keserupaan rohani mereka dengan Sang Bapa.(Avis, 2001:60-61)
            Augustinus
Augustinus menwarkan beberapa tahap nasehat dan contoh-contoh untuk menyajikan iman Kristen pada tahap awal kepada para accedentes (orang yang ingin menjadi katekumen).
Pertama, Augustinus menjelaskan sejarah penyelamatan dari penciptaan sampai ke gereja masa kini dengan tujuan agar tujuan kasih Allah dalam kenyataan dan peristiwa terkait menjadi nampak.
Kedua, Pemantapan ini perlu disusul oleh dorongan moral yang didasarkan pada kebangkitan akhir, pengadilan akhir, dan harapan akan kesukacitaan abadi.
Kebajikan manusia yang sesungguhnya adalah kesalehan dan Allah harus dipuja oleh iman, pengharapan dan kasih.
Lalu Augustinus melanjutkan dengan “membukakan tujuan dari ketiga karunia tersebut, yaitu: apa yang harus kita percaya, apa yang harus kita harapkan, dan apa yang harus kita kasihi”. Iman dijelaskan secara rinci sesuai pasal-pasal Pengakuan Iman Rasuli
Augustinus membuat pembedaan antara dua jenis “kasih”, yaitu nafsu dan kebaikan hati, cinta-diri dan cinta pemberian Allah, terhadap Allah dan sesama. (Avis, 2001:61)
            Thomas Aquinas
Thomas adalah anggota Ordo Dominikan
Buku Dogmatisnya disebut Summa Theologiae. Isi buku ini banyak mempengaruhi Gereja Katolik Roma melalui Konsili Trente dan pemulihan ajaran Thomas Aquinas tahun 1880-1960.
Buku ini belum selesai pada saat penulis meninggal, tahun 1274.
Karya yang sangat besar itu ditulis “dari iman ke iman” dan karena itu buku ini mampu menangani lebih langsung dari sudut pandang Kristen banyak tema yang dulu dibahas dalam bukunya Summa Contra Gentiles. Buku ini menjadi pegangan bagi misionaris dan orang-orang yang mungkin mau berpindah agama dari Yudaisme dan Islam.
Summa Theologiae diawali dengan pengetahuan tentang Allah, apa saja yang dapat diketahui oleh akal budi, dan apa yang tergantung pada percaya dalam wahyu ilahi dan apa status bahasa kita berkenaan dengan Allah. Bagian pertama ini dilanjutkan dengan pembahasan mendalam mengenai Trinitas, penciptaan dan sifat manusia.
Bagian kedua dari Summa Theologiae mengambil contoh dari buku Aristoteles yang berjudul Etica Nicomachea, yang didalamnya Aquinas menemukan banyak pemikiran Aristoteles yang sehaluan dengan pemikiran moral Kristen.
Bagian ketiga dari Summa Theologiae berisi pokok-pokok dogmatis tentang inkarnasi dan sakramen-sakramen. Tiap pertanyaan penting dibahas dalam beberapa pasal, yang masing-masing diawali dengan sub pertanyaan. Sub pertanyaan ini diberi jawaban pertama yang masuk akal (“Videtur”, “Kelihatannya”). Kemudian Thomas mengemukakan pendirian lain secara singkat  (“Sed contra”.”Tetapi di lain pihak”), biasanya di ambil Alkitab atau para Bapa Gereja.
Akhirnya Aquinas mengembangkan pendapatnya sendiri (Respondeo dicendum”, Aku menjawab”).
Tidak lama sebelum meninggal, Aquinas mendapat penglihatan. Pada waktu ia melayani kebaktian, ia menolak untuk meneruskan penulisan “Summa”. “Aku tak dapat melanjutkannya, karena apa yang telah saya tulis, sekarang kelihatan seperti jerami.” (Alvis, 2001: 64).
            2.2. Gereja Abad Pertengahan (590 –1492)
            Johannes dari Damaskus
Ia adalah pengarang madah (lagu) dan pembela pemujaan ikon abad ke-8.
Ia adalah penulis buku Pancuran Pengetahuan yang terdiri dari tiga jilid. Isi buku itu mencakup filosofis yang diilhami dari Aristoteles, satu kopendium tentang ajaran-ajaran sesat serta dalam keempat buku jilid 3 Johanes memadukan ajaran bapak-bapak Gereja Yunani.
Pertama-tama  tentang Allah: Allah bersifat tidak dapat dimengerti; tetapi keberadaan-Nya dan keesaan-Nya dapat disimpulkan dari sifat Alam semesta yang tidak mutlak perlu ada serta keteraturannya; selain itu Ia menyingkapkan diri-Nya secara memadai  demi kebaikan kita dalam kata-kata kesaksian Hukum Taurat, para nabi, para rasul dan penulis Injil; dengan itu kita dapat mengetahui bahwa Allah adalah Tritunggal, walaupun cara keberadaan-Nya tidak dapat diketahui persis.
Kedua, tentang ciptaan: malaikat-malaikat diciptakan lebih dahulu dan Iblis adalah yang pertama berpaling dari kebaikan dan menjadi jahat.
Manusia diciptakan menurut citra Allah, yaitu dengan pikiran dan kemauan bebas, dan menurut rupa Allah, yaitu untuk maju dalam jalan kebenaran; tetapi manusia jatuh karena keangkuhan dan menjadi budak dari nafsu dan keinginan, namun Allah tetap memelihara kita
Ketiga, dalam aturan penyelamatan, Allah telah berusaha memenangkan kita kembali, akhirnya Ia masuk dalam keberadaan kita  dan bekerja dari dalam, lewat Putra-Nya yang menjadi manusia
Keempat karena Kristus tidak berdosa maka kematian tak dapat menahan dia; melalui iman dan baptisan kita  dipulihkan didalam Dia untuk bersekutu dengan Allah, dikembalikan pada jalan keutamaan dan diperbaharui dalam kehidupan yang dipelihara oleh Perjamuan Kudus.
Karya Johannes Damaskenus banyak digunakan dalam Gereja Timur.   
            Thomas Aquinas
Thomas adalah anggota Ordo Dominikan
Buku Dogmatisnya disebut Summa Theologiae. Isi buku ini banyak mempengaruhi Gereja Katolik Roma melalui Konsili Trente dan pemulihan ajaran Thomas Aquinas tahun 1880-1960.
Buku ini belum selesai pada saat penulis meninggal, tahun 1274.
Karya yang sangat besar itu ditulis “dari iman ke iman” dan karena itu buku ini mampu menangani lebih langsung dari sudut pandang Kristen banyak tema yang dulu dibahas dalam bukunya Summa Contra Gentiles. Buku ini menjadi pegangan bagi misionaris dan orang-orang yang mungkin mau berpindah agama dari Yudaisme dan Islam.
Summa Theologiae diawali dengan pengetahuan tentang Allah, apa saja yang dapat diketahui oleh akal budi, dan apa yang tergantung pada percaya dalam wahyu ilahi dan apa status bahasa kita berkenaan dengan Allah. Bagian pertama ini dilanjutkan dengan pembahasan mendalam mengenai Trinitas, penciptaan dan sifat manusia.
Bagian kedua dari Summa Theologiae mengambil contoh dari buku Aristoteles yang berjudul Etica Nicomachea, yang didalamnya Aquinas menemukan banyak pemikiran Aristoteles yang sehaluan dengan pemikiran moral Kristen.
Bagian ketiga dari Summa Theologiae berisi pokok-pokok dogmatis tentang inkarnasi dan sakramen-sakramen. Tiap pertanyaan penting dibahas dalam beberapa pasal, yang masing-masing diawali dengan sub pertanyaan. Sub pertanyaan ini diberi jawaban pertama yang masuk akal (“Videtur”, “Kelihatannya”). Kemudian Thomas mengemukakan pendirian lain secara singkat  (“Sed contra”.”Tetapi di lain pihak”), biasanya di ambil Alkitab atau para Bapa Gereja.
Akhirnya Aquinas mengembangkan pendapatnya sendiri (Respondeo dicendum”, Aku menjawab”).
Tidak lama sebelum meninggal, Aquinas mendapat penglihatan. Pada waktu ia melayani kebaktian, ia menolak untuk meneruskan penulisan “Summa”. “Aku tak dapat melanjutkannya, karena apa yang telah saya tulis, sekarang kelihatan seperti jerami.” (Alvis, 2001: 64).
            Philip Melanchthon
Melanchthon (1497-1560) sang “guru Jerman” adalah orang pertama yang mensistematisasikan, atau menurut sementara orang, menjinakan pemikiran Luther.
Gereja adalah hanya mereka yang menerima Buku ini [Alkitab] dan mendengarkan, mempelajari serta mengikuti pemikirannya dalam ibadah dan moral
Inti pusat Alkitab serta dari doktrin murni adalah pembenaran oleh iman. Melanchthon merumuskan gagasan ini [pembenaran oleh iman] dengan cara yang kurang berbau predestinasi dibandingkan dengan Marthen Luther: “Allah menarik orang, tetapi Ia menarik mereka yang bersedia”.
Bukunya yang terkenal “Loci communes rerum theologicarum berisi pokok-pokok umum yang bersifat soteriologis, yaitu dosa, anugerah, Taurat dan Injil, pembenaran dan iman, pekerjaan iman dalam kasih dan lambing-lambang sacramental, yang meyakinkan orang percaya akan janji-janji Allah dan karya keselamatan Kristus. Bahkan ajaran sepenuhnya tentang Allah Tritunggal, pengalaman gereja dalam ibadah, doa, khotbah dan sakramen. 
            2.3. Gereja Abad Reformasi dan Post Reformasi (1517 – Kini)
            Marthen Luther
Teologinya bersifat Kristosentris.
Keselamatan itu hanya berdasarkan anugerah
Katekismus kecil: berisi 10 hukum, PIR, Doa Bapa Kami, Sakramen Baptisan, dan Perjamuan Kudus.
Garis merah teologisnya ialah pengetahuan tentang Allah dan kita sendiri, yang saling berhubungan dengan focus tetap pada Kristus sebagai perantara
            Zwingli
Ia menyatakan: suatu doktrin tidak boleh berlawanan dengan  akal, bagi Luther peranan akal dalam teologi jauh lebih kurang.
Alkitab mempunyai wewenang terakhir.
Firman Allah adalah pasti. Kalau Allah berbicara terjadilah.
Firman Allah juga jelas, Akan tetapi ini tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi salah tafsir. … (Lane, 2005:144-145)
            Johanes Calvin
Garis merah teologisnya ialah pengetahuan tentang Allah dan kita sendiri, yang saling berhubungan dengan focus tetap pada Kristus sebagai perantara
Karyanya yang terkenal adalah “Institutio Agama Kristen”
Buku pertama Isinya membicarakan pengetahuan tentang Allah sebagai pencipta dan pemelihara. Alkitab adalah kacamata yang memperbaiki gagasan yang tidak jelas tentang Allah yang diperoleh umat manusia dari alam dan sejarah.
Buku kedua berisi pengetahuan tentang Allah penebus, memperlihatkan bagaimana penebusan manusia yang telah hilang harus dicari di dalam Kristus.
Buku ketiga berjudul “Cara kita mengambil bagian dalam anugerah Kristus, kebaikan-kebaikan yang kita peroleh dari padanya dan hasil-hasil yang dibawanya. Selain itu membahas tentang pneumatologis, iman, kelahiran kembali, kepastian, penyucian dan doa serta predestinasi.
Calvin yakin bahwa pra pengetahuan Allah adalah aktif dan menentukan. Allah tidak memilih orang-orang yang mengetahui sebelumnya, bahwa mereka patut mendapat anugerah, tetapi mereka yang dipilih Allah di kemudian hari menjadi percaya, justru karena mereka dikenali dan terpilih sebelumnya
Buku keempat berisi Alat-alat atau sarana-sarana yang dengannya Allah mengundang kita untuk masuk ke dalam persekutuan dengan Kristus.
            Friedrich Schleiermacher
Sering disebut “Bapa teologi modern.”
Agama adalah perasaan akan ketergantungan mutlak manusia. Tetapi dari mananya agama adalah Allah.
Yesus memiliki kesadaran akan Allah yang sempurna dan di sanalah letak sifat keTuhanan-Nya.
Yesus membebaskan manusia dari sifat melupakan Allah dan yang mendorong kesadaran  beragama mereka yang menerimanya, baik secara langsung maupun lewat pemberian Kristus.
Dalam bukunya berjudul Christian Faith (edisi 1820-1821 dan 1830-1831), doktrin-doktrin Klristen adalah riwayat perasaan-perasaan keagamaan  Kristen yang diungkapkan dalam bahasa, dan teologi dogmatis adalah ilmu yang mensistematisasikan doktrin yang berlaku dalam Gereja Kristen pada waktu tertentu atau menurut J.H.S. Kent teologi sistematis Schleiermacher sebagai “penjababaran empiris dari pengalaman (Kristen)”
Namun boleh dipertanyakan apakah pemahaman Schleirmacher tentang pribadi dan karya Kristus secara memadai cocok dengan Alkitab dan tradisi sejarah dogma serta tradisi liturgis, dan karena itu juga dengan pengalaman yang diakui gereja sebagai pengalaman Kristen yang normative.
Memang pembahasan Schleirmacher tentang Trinitas, yang ada dalam beberapa halaman paling akhir, adalah lemah (Alvis, 2001 : 66).
            Karl Bart
Karl Bart (1866-1968) adalah teolog yang paling berisikeras melawan arus “ modernitas.
Tafsiran yang paling terkenal adalah tentang surat Roma (edisi ke-2 1921.
Ia menekankan tentang penegasan yang halus tentang prioritas Allah dan pengharapan kuat tentang kemenangan anugerah.
Penyingkapan diri Allah Tritunggal berpusat pada inkarnasi, yang secara asli dan sah disaksikan dalam Alkitab dan diberitakan oleh Gereja.
Berkaitan dengan Firman Allah ialah “Pengetahuan tentang Allah”, yang di dalamnya Allah tampil sebagai “Allah yang mengasihi dalam kebebasan.
Ia menghubungkan doktrin Ciptaan dengan doktrin “Perjanjian” ciptaan dilihat “sebagai dasar eksternal dari perjanjian, dan perjanjian sebagai dasar internal ciptaan. (Alvis, 2001 :67)
             
            Paul Tillich
Paul Tilich (1886-1965) adalah seorang teolog terkenal di Amerika Utara.
Teologinya bersifat studi korelasi.
Dengan teologi relasi, Tilich berusaha mendengarkan pertanyaan-pertanyaan tentang keberadaan manusia dan kemudian menjelaskan penyingkapan ilahi sebagai jawabannya.
Imrumuskan secara simbolis bahwa: Allah menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia, walupun sebenarnya sudah “di bawah dampak jawaban Allah manusia mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut.(Alvis, 2001:68)
             Karl Rahner
Ia adalah seorang teolog dariGereja Katolik Roma.
Ia hidup anatara tahun 1904-1984.
Bagi orang Yahudi Jerman itu, Allah adalah :”kaki langit terakhir” dari trans transendensi-diri manusia, yang sudah mendesak di dalam kita lewat pengkomunikasian diri terus menerus.
Kristus memenuhi harapan universal akan adanya Penyelamat mutlak, keunikan-Nya terdiri dari tidak dapat diubahnya serta tak dapat dibandingkannya kehadiran Allah yang nyata di dalam-Nya.
“Gereja tersembunyi” dari Tillich sama dengan “kekristenan awanama” dari Rahner.
Gereja yang kelihatan bukan saja berupa sarana penginjilan, tetapi lebih sebagai titik pusat dari apa yang Allah sedang kerjakan di seluruh penjuru dunia.
Dalam pemikiran Rahner kelihatannya sangat sulit untuk gagal diselamatkan.
            Rasionalisme dan Supra Naturalisme Modern Dengan Abad XX Termasuk Pengalaman Asia (uraian menyusul)
  1. Hubungan Teologi Sistematika Dengan Ilmu Lain
 Hubungan fungsional antar mata kuliah sangat penting diketahui oleh setiap penanggungjawab dan pemberi mata kuliah. Hal ini dibutuhkan untuk kepentingan pelaksanaan kurikulum terutama dalam penyajian dan pengkajian isi/materi kuliah. Bila dosen memahami hubungan fungsional antar mata kuliah maka:
  1. Seluruh penyajian isi setiap mata kuliah merupakan suatu pengalaman belajar yang terarah dan terpadu dengan ruang lingkup, isi, kedalaman dan keluasaan yang jelas. Dengan demikian, setiap lulusan diharapkan dapat memiliki wawasan pengetahuan dan pengalaman yang tidak terlalu bervariasi kualitasnya.
  2. Terhindarnya “overlap”, pengulangan, tumpang tindih, kurang atau berlebihan dalam hal kedalaman dan keluasaan isi serta kajian dari materi kuliah terutama di antara mata kuliah yang serumpun dan berkaitan.
  3. Dosen-dosen yang mengasuh mata kuliah yang serumpun atau berkaitan dituntut untuk ada keterpaduan serta harus selalu berkonsultasi tentang pembatasan ruang lingkup maupun pengembangan isi mata kuliah, dan sekaligus juga untuk kepentingan melakukan verivikasi terhadap bobot sks yang diberikan setiap mata kuliah dalam kaitannya dengan kuliah tatap muka, tugas terstruktur, tugas mandiri dan system penilaian keberhasilan mahasiswa.
  4. Ada kejelasan tentang hubungan antar mata kuliah yang membutuhkan “prasyarat” untuk mata kuliah sebelumnya, sehingga mahasiswa terikat untuk tidak sembarangan mengontrak mata kuliah
  5. Penyebaran mata kuliah ke dalam setiap semester dapat ditata secara runtut dan berkelanjutan, dengan alasan yang logis dan bermakna bagi mahasiswa dalam rangka pembentukan kompetensi lulusan yang utuh dan bermutu.
Berikut ini peta skematis hubungan fungsional antar mata kuliah, terutama khusus mata kuliah-mata kuliah untuk Kurikulum Standar Minimal:
Hubungan Sistematika Teologi dengan disiplin ilmu lain seperti:
    1. Biblika. Hubungan Biblika dengan teologi sistematika
Disiplin ilmu Biblika menolong Teologi Sistematik dalam menyusun ajaran-aran Alkitab secara benar dan logis sehingga dapat diterima secara akal.
Jadi, teologi Biblika menolong teologi sistematika dalam menelusuri tema tertentu (misalnya penebusan, perjanjian dst.) akan menyajikan materi yang luas dari Alkitab secara progresif.
             
    1. Historika. Hubungan teologi historika dengan teologi sistematika
Disiplin ilmu historika menolong Teologi Sistematika dalam menyusun pengajaran-pengajaran Alkitab sebagaimana yang telah digumuli gereja masa lampau.
Jadi, disiplin ilmu historika memberi kontribusi dengan memperlihatkan berbagai cara penafsiran Alkitab yang pernah dilakukan gereja atau teolog di masa lampau.
    1. Praktika. Hubungan teologi historika dengan teologi sistematika
             
Menolong teologi sistematika mendaratkan isi teologi atau teologi praktika adalah mengenai apa adanya dan apa yang harus dilaksanakan.
Disiplin ilmu teologi praktika menolong Teologi Sistematika dalam menyusun pengajaran Alkitab sehingga mudah diterapkan dalam kehidupan nyata.
             
  1. Oikumenika. Hubungan Oikumenika dengan teologi sistematika           
Disiplin ilmu oikumenika menolong Teologi Sistematika dalam menyusun pengajaran Alkitab dengan memperhatikan aspek oikumenis.
             
Filsafat. Hubungan filsafat (berpikir kritis, berpikir mendalam tentang seluruh kenyataan) dengan teologi sistematika    
Disiplin ilmu filsafat menolong Teologi Sistematika secara kritis menyusun ajaran-ajaran Alkitab sehingga dapat dipertanggungjawabkan
             
Agama-agama. Hubungan agama-agama dengan teologi sistematika
Ilmu agama-agama menolong Teologi sistematika dalam pertanggungjawaban teologi terhadap sesame teman teologis.
Pembagian Teologi
Biblika
Sistematika
Historika
Praktika
Pengetahuan dan Pembimbing PL
Dogmatika
Sejarah Gereja Umum
PAK
Pengetahuan dan Pembimbing PB
Etika
Sejarah Gereja Asia
PWG
Bahasa Ibrani
Sejarah Gereja Indonesia
Kateketika
Bahasa Yunani
Oikumenika
Liturgika
Hermeneutika
Missiologi
Homilia
Tafsir PL
Agama Suku
Musik Gereja
Tafsir PB
Hinduisme dan Budhaisme
Pastoral
Teologi PL
Islamologi
Manajemen Gereja
Teologi PB
Makna Studi Teologi Sistematika bagi mahasiswa PGSD
             
            Makna Perubahan Kognitif (Mengasihi Tuhan dengan segenap akal budi)
            Makna Perubahan Afektif (Mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu)
Makna Perubahan Psikomotorik (Mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatanmu)


[3] Ibid
[8] Ibid