Jumat, 13 Juni 2014

PERANAN SINTUA DI HKBP


   


SINTUA DI HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP)
(Oleh: , Pdt Dr Jamilin Sirait) Sumber : siranaorg.wordpress.com
Pengantar
1. Di dalam Alkitab ada beberapa istilah yang dipergunakan untuk pelayan jemaat yakni: pertama, presbuteros (diterjemahkan dengan penatua). Istilah ini tertulis di dalam Luk. 22:66; Kiss. 14:23; 22:5; 1 Tim.4:14; 5:19; Tit.1:5. Tertulis juga di 2 Yoh. 1:1 tetapi diterjemahkan ke bahasa Bibel Batak menjadi “naposo niJ esus Kristus”, Alkitab bahasa Indonesia menjadi penatua. Juga 3 Joh. 1:1 dengan terjemahan yang sama. Dalam 1 Petrus 5:1 diterjemahkan menjadi “Sintua” atau penantua. Istilah kedua adalah episkopos (diterjemahkan dengan gembala, penilik, pemelihara – Batak: simatamatai, parmahan, sintua. Kita lihat misalnya dalam Fil.1:1, Alkitab: penilik, Bibel: sintua. Di Titus 1:7, kata episkopos diterjemahkan ke Bibel Batak: Sintua; Alkitba: pengatur rumah Allah. Ketiga adalah poimonos artinya gembala. Tetapi kata ini sering digandengankan dengan episkopos, 1 Pet.2:25. Dalam Kissah Rasul 20:28, istilah poimonos diterjemahkan dengan “simatamatai” atau penilik. Kata yang keempat adalah: diakonos (diterjemahkan dengan diaken, yang pada umumnya melakukan pelayanan diakonia). Dalam Fil. 1: 1 dipergunakan istilah diaken (Alkitab), pangurupi (Bibel Batak). Di dalam Efesus 4:11 disebutkan juga istilah rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita Injil dan pengajar, tetapi jabatan-jabatan ini kurang diterapkan dalam jemaat-jemaat mula-mula.
2. Pada awalnya, ketika para pengikuti Yesus bersekutu dan bersaksi tentang salib dan kebangkitan Yesus Kristus, Roh Kudus turun ke atas Petrus dan para rasul itu, kemudian mereka berbicara dalam bahasa Roh kepada semua orang yang hadir dalam perayaan Paskah di Yerusalem (Kiss. 2:1-40). Pengorganisasian belum dibutuhkan pada jemaat mula-mula di Yerusalem. Para pengikut Yesus yang berada di Yerusalem masih mengikuti system yang terdapat di agama Yahudi waktu itu, antara lain: ibadah pada hari Sabbath, tradisi ke-Yahudian diteruskan, dsb.
3. Pada masa rasul-rasul pertama itu, Injil Kristus sudah menyebar ke luar Yerusalem, misalnya ke Samaria. Perubahan besar terjadi sejak Paulus bertobat dari penganut agama Yahudi yang sangat saleh (bahkan seorang yang sangat mendalami agamanya) menjadi pengikut Yesus Kritus dalam perjalanannya ke Damsyik untuk menganiaya orang-orang Kristen. Paulus menyebarkan Injil keluar dari batas-batas Palestina menuju ke Asia kecil hingga ke Eropah. Dalam siding para rasul di Yerusalem (Kiss. 15), Paulus bersama-sama dengan beberapa orang diutus untuk memberitakan Injil ke Antiokhia dan daerah-daerahnya lainnya. Dalam waktu yang sangat singkat, Injil itu diberitakan ke berbagai penjuru: Efesus, Korintus, Filipi, Roma, dan sebagainya. Jemaat-jemaat Kristen yang baru terbentuk di berbagai kota di Asia keci. Seiring dengan pertumbuhan jemaat-jemaat baru itu, diperlukan para pemimpin atau pelayan yang dipercayakan memimpin jemaat, mengatur pelayanan, meneruskan pemberitaan Injil Kristus di dalam jemaat (berkhotbah), bahkan melawan pengajar-pengajar sesat atau guru-guru palsu yang bertumbuh di sekitar jemaat (1 Tim. 3:1-7, 8-13 ).
4. Pendalaman pelayan jemaat tentang Injil tentu masih sederhana. Pengakuan iman yang diucapkan untuk menerima baptisan pun masih sederhana, yakni: Yesus Kristus adalah Tuhan. Orang-orang Kristen berlatar-belakang Yahudi memiliki pandangan yang berbeda dengan orang-orang Kristen yang bukan Yahudi, misalnya pandangan tentang pelaksanaan Taurat, tentang makanan dan lain-lain. Perbedaan latar-belakang ini sering menimbulkan persoalan baru di dalam jemaat, sehingga persekutuan terganggu. Maka untuk membimbing jemaat tetap mempertahankan imannya menghadapi para pengajar sesat dan bagaimana seharusnya setiap orang saling menerima walaupun berbeda latar-belakang (Roma 3:1-8; 7:1-12; 14:1-23), Paulus menuliskan pedoman-pedoman yang sangat penting dan mengirimkannya ke jemaat-jemaat. Pedoman itu dikenal dengan Surat Kiriman Rasul Paulus. Selain itu, Paulus juga memberi perhatian khusus kepada mereka yang dianggap mampu memimpin jemaat seperti Timotius, Titus dan sebagainya. Dengan demikian, istilah-istilah yang disebutkan di atas muncul dalam kaitannya dengan pelayanan jemaat-jemaat yang masih muda itu.
Sekilas tentang Sintua, Guru dan Pendeta di HKBP
5. Pada awalnya, Nommensen dan para misionar lainnya mengangkat beberapa orang dari anggota jemaat menjadi “sintua” untuk mendampingi mereka menjelajahi daerah-daerah di Tapanuli dan membantu mereka untuk melayani jemaat yang kemudian terbantuk. Biasanya para penatuan dipilih dari antara para raja di suatu tempat atau mereka yang dianggap sebagai pemimpin di kampung tertentu. Oleh sebab itu, selain membantu pelayanan juga diberi tanggung jawab untuk memikirkan perlu atau tidaknya suatu sekolah didirikan di suatu kampung. Para penatua ini bertanggungjawab mengurusi kemajuan pendidikan di kampungnya, mengupayakan dana pendidikan yang diperlukan, membantu anak-anak orang miskin agar bisa ikut sekolah, dan bahkan mengawasi pada waktu ujian. Di sekolah anak-anak mempelajari Alkitab dan juga pelajaran umum.
6. Sesuai dengan pengamatan dan penilaian para misionar, beberapa orang dari para anak-anak yang memperoleh pendidikan itu dipilih untuk dididik menjadi “guru”. Pada tahun 1868 didirikan sekolah kateket di Parausorat. Mata pelajaran adalah: Pengetahuan, Tafsiran dan Sejarah Alkitab; Katekismus; Ilmu Bumi; Sejarah; Berhitung; Bernyanyi; Pengetahuan Alam; Bahasa Jerman dan bahasa Melayu. Ada lima orang murid pertama yang diterima dan dididik selama dua tahun. Setelah lulus mereka ditugaskan untuk mengajar di sekolah-sekolah sekaligus melayani jemaat (berkhotbah). Berhubung pusat pengaturan pemberitaan Injil sudah bergeser dari Tapanuli Selatan ke Tapanuli Utata (Silindung) ada berbagai kesulitan yang dihadapi untuk mengirimkan siswa ke Parau Sorat. Nommensen bersama dengan Pemberita Injil lainnya bersepakat untuk mendirikan Sekolah Mardalandalan di Silindung dengan memberikan mata pelajaran yang sama dengan Sekolah Kateket Parau Sorat. Sekolah Mardalandalan itu dimulai tahun 1874. Kemudian pada tahun 1877 Sekolah Kateket di Parau Sorat dipindahkan ke Pansur Napitu. Walaupun fasilitas masih sederhana, tetapi sekolah-sekolah dimaksud sangat bermanfaat dalam percepatan penyiaran Berita Injil di Tapanuli. Perkembangannya lebih siginifikan ketika Sekolah di Pansur Napitu itu dipindahkan ke Sipoholon pada tahun 1901. Berhubung fasilitas semakin baik dan para gurunya semakin banyak minat anggota Jemaat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke Sipoholon semakin besar.
7. Sejak tahun 1880 RMG sudah melihat perlunya mengangkat sejumlah pendeta yang membantu para misionar melakukan tugas penginjilan. Para guru yang dididik di sekolah kateket itu bertugas mengajar murid-murid tentang Alkitab dan pengetahuan umum. Para pendeta diberi tugas khusus untuk memimpin beberapa jemaat. Maka pada tahun 1884, Johannes Siregar, Petrus Nasution dan Markus Siregar menerima pendidikan kependetaan di Pansur Napitu. Mereka tamat dari Sekolah Kateket Parau Sorat. Kemudian mereka bertiga ditahbiskan menjadi Pendeta tanggal 25 Juli 1885.
Menjadi Pelayan (termasuk Sintua) di HKBP
8. Sesuai dengan perkembangan HKBP, maka peraturan-peraturan untuk menetapkan para pelayannya pun semakin diperbaiki. Jika pada awalnya, peraturan itu lebih sederhana, tetapi berhubung perkembangan dan perubahan masyarakat baik di tingkat local, nasional, regional dan global maka dibutuhkan system dan perangkat yang lebih tepat untuk menentukan dan menetapkan para pelayan di HKBP. Misalnya tentang pendeta di HKBP. Pada awalnya, dipilih beberapa orang dari antara guru huria yang sudah berpengalaman untuk dididik menjadi pendeta. Kemudian didirikan Sekolah Pendeta di Sipoholon. Sejak tahun 1954 didirikan Sekolah Teologi Menengah dan Fakultas Teologi di Pematang Siantar, dan mereka yang sudah lulus dari SMP diterima menjadi mahasiwa Sekolah Teologi Menengah dan yang lulus dari SMA diterima menjadi mahasiswa Fakultas Teologi. Untuk menjadi pendeta telah terjadi beberapa pengaturan yang baru. Setelah lulus dari Sekolah Teologi, pada umumnya mereka diterima menjadi Pendeta tanpa harus melewati ujian penyaringan dan melayani sebagai pendeta praktek. Tetapi akhir-akhir ini, tidak otomotis semua lulusan Sekolah Teologi diterima menjadi Pendeta, ada aturan yang berkaitan dengan Indeks Prestasi, kemudian setelah mengikuti testing penerimaan dan lulus, mereka ditugaskan menjadi Calon Pendeta selama dua tahun. Selama dua tahun mereka harus mengikuti LPP selama 3 kali sebelum ditahbiskan menjadi Pendeta. Maksudnya, ada perubahan siginifikan (perbaikan system) untuk menjadi Pendeta.Tujuannya adalah mempersiapkan mereka benar-benar menjadi pelayan yang mampu melayani dengan baik. Demikian juga dengan pelayan-pelayan lainnya.
9. Tentang pemilihan Sintua sebenarnya HKBP telah memiliki peraturan yang jelas. Dalam AP HKBP 20202 dijelaskan: Penatua adalah yang menerima jabatan penatua dari HKBP melalui Pendeta Ressort sesuai dengan Agenda HKBP. Berhubung pelayanan Sintua dibagi-bagi dalam lingkungan tertentu (lunggu, wyik), maka biasanya pemilihan Sintua diawali dengan kesepakatan anggota Jemaat HKBP yang ada di wyik tersebut yang memilih satu atau dua orang dari antara mereka untuk diusulkan menjadi Calon Sintua kepada Pendeta Ressort. Setelah melalui percakapan di Parhalado maka usul dari Wyik itu diterima dan si calon diumumkan resmi menjadi Calon Sintua di jemaat itu. Artinya, walaupun lingkup pelayanannya lebih bersifat lunggu atau wyik tetapi setiap calon sintua (kemudian menjadi sintua) melayani juga di dalam satu jemaat itu. Selanjutnya, Calon Sintua mengikuti sermon-sermon Parhalado dan pembinaan khusus yang dilakukan selama satu sampai dua tahun. Dalam masa-masa persiapan itu Calon Sintua menerima pembinaan: (1). Mengenal perangkat-perangkat pelayanan di HKBP, yakni: Bibel, Buku Ende, Agenda yang besar dan Kecil, Katekismus, Konfesi, RPP, AP; (2). Mendalami Alkitab mulai dari Kejadian sampai Wahyu; (3). Mendalami isi dari Konfesi dan RPP (4). Mempelajari bagaimana berkhotbah, mulai dari persiapan hingga penyampaian; (5). Mempelajari bagainana menjadi liturgis serta tata-cara yang berkaitan dengan persiapan-persiapan yang dibutuhkan untuk itu.
10. Sesuai dengan perubahan tempat kediaman masyarakat kota, belakangan ini pemilihan yang didasari pada system wyik di beberapa jemaat HKBP semakin sulit. Anggota-anggota jemaat bertempat tinggal secara tersebar di berbagai tempat, jauh dari jemaat di mana mereka terdapat menjadi anggota tetapi tidak bersedia pindah ke jemaat HKBP terdekat. Sesuai dengan AP HKBP 2002 ada beberapa syarat untuk menjadi Sintua: (a) warga jemaat yang mempersembahkan dirinya menjadi penatua di jemaat; (b). Rajin mengikuti kebaktian minggu dan perjamuan kudus; (c). berperilaku tidak bercela; (d). Paling sedikit umurnya 25 tahun; (e). sedikit-dikitnya berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; (g). Dipilih oleh warga jemaat dari antara mereka dan ditetapkan oleh Rapat Pelayan Tahbis. Jika dibandingkan dengan 1 Timotius 3:1-7 ada penafsiran baru tentang menjadi “sintua”, antara lain: “suami dari satu isteri; seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati anak-anaknya.” Sistem wyik atau lunggu juga tidak disebutkan.
11. Dalam AP HKBP dijelaskan, pelayan atau parhalado adalah warga jemaat yang terpanggil dan terpilih untuk mempersembahkan dirinya dalam melayankan pekerjaan pelayanan di tengah-tengah jemaat. Pelayan atau parhalado terdiri dari pelayan tahbis dan pelayan non-tahbisan. Pelayan tahbisan adalah pendeta, guru huria, bibelvrouw, diakones, evangelis dan penatua. Pelayan non-tahbisadam ialah pengurus badan, yayasan, dewan, seksi, guru sekolah minggu, organis, dirigent koor, panitia. Kemudian dijelaskan juga pelayan atau parhalado penuh waktu dan pelayan atau parhalado tidak penuh waktu. Dengan pengaturan seperti ini diharapkan setiap pelayan dapat mengerti tugas dan tanggungjawabnya dan batas-batas pelayanannya masing-masing.
Tugas Sintua (Penatua)
12. Untuk menjelaskan tugas sintua, dimulai dari apa yang tertulis dalam AP HKBP 2002, yakni: (a) Sebagaimana tertera dalam Agenda Penahbisan Penatua HKBP; (b). Melaksanakan baptisan darurat; (c). Menyusun statistic warga jemaat di lingkungannya masing-masing; (d) mengikuti sermon dan rapat penatua; (e). Menyampaikan berkat tanpa menumpangkan tangan.
Di dalam Agenda HKBP tugas-tugas pokok pelayanan Penatua adalah sebagai berikut: (a). Mereka adalah pelayan jemaat untuk mengamati anggota anggota jemaat yang dipercayakan kepada mereka dan meneliti perilakunya. Apabila mereka mengetahui seseorang tidak berperangai yang baik, dia harus ditegor dan diberitahukan kepada guru jemaat dan kepada Pendeta untuk dinasihati. Pangula ni Huria do nasida mamatamatahon dongan angka na pinasahat tu nasida dohot mangaramoti parangenasida. Molo diboto nasida, na hurang ture parange ni manang ise, ingkon pinsangonnasida i, manang paboaonnasida tu Guru dohot tu Pandita, asa dipature. (
(b). Mengajak anggota jemaat untuk datang beribadah dan meneliti alasan-alasan orang orang yang tidak mengikutinya. Mandasdas donganta tu parmingguan dohot manangkasi alana umbahen na so ro.
(c). Mengajak para anak sekolah untuk rajin bersekolah. Mandasdas anakboru sikola, asa
ondop ro.
(d) Mengunjungi orang sakit dan memberi bantuan sesuai dengan kemampuannya, namun yang terpenting adalah mengingatkan mereka akan Firman Allah dan mendoakannya. Maningkir angka na marsahit jala paturehon na ringkot tu nasida dohot nasa na tarpatupasa, alai na rumingkot, pasingothon Hata ni Debata tu nasida dohot tumangiangkonsa.
(e) Menghibur orang yang berdukacita, merawat orang yang susah dan orang yang miskin. Mangapuli angka na marsak, paturehon angka na dangol dohot na pogos.
(f) Membimbing penyembah berhala, orang sesat, supaya turut serta memperoleh hidup dalam Yesus Kristus. Mangapuli angka sipelebegu, angka parugamo na asing dohot angka na lilu, asa dohot marsaulihon hangoluan na pinatupa ni Tuhan Jesus.
(g) Membantu pengumpulan Dana dan tugas pelayanan Kerajaan Allah. Mangurupi paturehon angka guguan dohot ulaon na ringkot tu Harajaon ni Debata.
13. Dengan memperhatikan tugas-tugas pokok pelayanan yang tertera dalam Agenda itu, maka beberapa hal yang perlu lebih dipahami adalah:
(a). Sintua adalah gembala atau parmahan yang harus mengenal dengan baik domba-domba Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Seorang gembala harus mengenal yang digembalainya dan domba-domba mendengar suara gembalanya serta mengikutinya (Yoh.10:1-21). Berkaitan dengan tugasnya sebagai gembala, penilik, simatamatai itu Sintua harus mengetahui tata-gereja dan RPP HKBP. Etika Kristen merupakan bagian dari muatan perelengkapan yang perlu diketahui oleh Sintua, termasuk hal-hal yang menyangkut dengan nilai-nilai adat. Banyak persoalan atau permasalahan yang harus dihadapi oleh manusia, apalagi akhir-akhir ini. Oleh sebab itu, perkunjungan keluarga perlu ditingkatkan. Para pelayan perlu bercakap-cakap dan berdoa bersama di tengah-tengah keluarga. Umumnya, suami, isteri, dan anak-anak meyakini sudah mendapat kekuatan baru ketika “parhalado” datang berdoa ke rumahnya. Untuk kasus yang lebih khusus mungkin lebih baik dikomunikasikan dengan Pendeta.
(b). Sintua adalah seorang komunikator sehingga dia dapat meyakinkan anggota jemaat tentang makna ibadah dan perlunya orang Kristen beribadah. Oleh sebab itu, Sintua menjadi teladan yang akan diikuti oleh anggota jemaat. Jika seorang Sintua misalnya sering absen mengikuti ibadah, bagaimana pula dengan anggota jemaatnya? Sintua perlu mengetahui siapa-siapa saja dari anggota jemaatnya yang rajin dan yang malas mengikuti ibadah minggu.
(c). Sintua adalah juga pemimpin yang menghendaki kemajuan generasi muda. Oleh sebab seorang Sintua harus terpanggil untuk mendorong anggota jemaatnya (yang muda, dalam Bahasa Batak disebut “anakboru”) agar rajin bersekolah.
(d). Sintua juga mempunyai tanggungjawab untuk menjenguk orang sakit dan menyampaikan Firman Tuhan kepada mereka yang membuat mereka bersemangat. Semangat hidup akan sangat berguna untuk menolong orang sakit cepat sembuh. Pada sisi lain, orang sakit juga harus diyakinkan agar siap menghadapi segala sesuatu yang terjadi, termasuk kematian serta yakin bahwa orang beriman akan menerima kehidupan yang kekal. Oleh sebab itu, parhalado harus mengetahui Firman Tuhan yang tepat yang akan disampaikan kepada orang sakit.
(e). Parhalado harus mempersiapkan dirinya dan memberi waktu untuk menghibur orang-orang berduka. Mereka yang berduka sangat membutuhkan kehadiran orang lain untuk bercakap-cakap. Sekalipun selama beberapa saat orang berduka sulit menerima semua ucapan penghiburan, tetapi kehadiran orang lain di rumahnya dapat menolong dia segera bangkit dari suasana kepedihannya itu. Dia merasa tidak sendirian tetapi masih ada orang-orang yang simpatik terhadap dia.
(f). Oleh karena membimbing penyembah berhala (mangapuli angka sipelebegu) merupakan bagian dari tugas sintua, maka sintua perlu mengetahui ajaran yang benar di dalam HKBP. Sebagai HKBP kita masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diteliti, dikerjakan dan diselesaikan secara terus menerus, yakni hubungan antara Iman dengan adat. Ada dua sikap ekstrim yang harus kita hadapi yakni: kelompok ekstrim yang berusaha menolak dan menghapus semua adat dan budaya Batak; dan kelompok ekstrim yang lebih menghormati adat ketimbang gereja. Kita sebagai HKBP mengakui pentingnya adat dan budaya tetapi kita harus mampu menolak setiap pelaksanaan adat yang bertentangan dengan iman dan ajaran di HKBP. Adat merupakan warisan yang baik dan secara berkelanjutan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Adat tidak identik dengan agama sehingga tidak semua aspek dan nilai dalam adat itu identik dengan ajaran agama.
(g). Parhalado atau sintua perlu mengenal potensi yang ada di wilayah pelayanannya dan mengajak mereka untuk mengambil bagian dalam upaya pembangunan jemaat dan pembiayaan progam. Parhalado melalukan penyadaran kepada mereka agar bersedia menyumbangkan pikiran, hati, waktu dan materi untuk pelayanan jemaat.
14. Berhubung memimpin liturgy (maragenda) dalam ibadah minggu dan berkhotbah merupakan dua hal pokok yang langsung berkaitan dengan publik (umum), kedua tugas pelayanan ini memerlukan percakapan yang lebih khusus dan mendalam, terutama ketika seseorang sebagai calon Sintua yang mengikuti masa “learning”. Tentang “maragenda” perlu dikatakan beberapa hal:
a. Paragenda mempersiapkan diri dengan baik sesuai dengan pedoman dan arahan yang diperoleh dalam sermon “parhalado”. Setiap orang yang akan melayani pada hari Minggu berikutnya “harus hadir mengikuti sermon”. Jika seorang Sintua yang sudah ditetapkan dalam roster tidak hadir dalam sermon, dia diganti dengan orang lain.
b. Setelah berdoa, paragenda membaca dan mempelajari dengan baik semua kata dari agenda di rumah, jika perlu berulang-ulang. Persiapan seperti itu akan sangat berguna ketika paragenda memimpin liturgi ibadah minggu, intonasinya pun akan lebih baik sehingga benar-benar sesuai dengan maknanya. Ini terutama sangat penting bagi jemaat-jemaat kota di mana sebagian Sintua sudah lebih banyak mempergunakan bahasa Indonesia.
c. Paragenda mempelajari semua “ende” atau “nyanyian” dalam ibadah itu. Sekalipun sudah ada song leaders, paragenda perlu seirama dengan mereka. Lebih khusus lagi, apabila song leaders berhalangan maka paragenda sudah siap untuk memimpin nyanyian itu.
d. Ketika memasuki ibadah, paragenda harus benar-benar berdoa dan sesudah selesai melaksanakan tugasnya, paragenda harus berdoa.
e. Walaupun kelihatannya sepele, kesiapan “paragenda” juga ditunjukkan dengan cara berdiri, raut wajah dan mungkin juga pakaian serta cara memegang buku Agenda, cara mengambil buku Patik, Konfesi, Bibel dan sebagainya untuk Patik dan cara mengambil Bibel untuk pembacaan Epsitel dan meletakkankannya kembali. Semua ini diperhatikan anggota jemaat. Berhubung di HKBP kata-kata liturgy atau ibadah sudah baku, maka banyak anggota jemaat yang sudah mampu menghapalnya dan segera tahu kalau ada yang salah. Oleh sebab itu, persiapan yang sungguh-sungguh sangat diperlukan.
15. Berhubung Sintua dekat dengan anggota jemaat di lingkungannya, sintua-lah yang bertanggung-jawab untuk melaksanakan pembaptisan darurat (tardidi na hinipu) kepada anak kecil. Pembaptisan itu dilakukan tanpa penumpangan tangan, sehingga jika anak kecil yang dibaptis sehat, dia hanya menerima berkat penumpangan tangan dari pendeta. Dalam keadaan terdesak, ketika sintua sulit menjangkau tempat keluarga tersebut padahal sudah sangat kritis, seorang dewasa ataupun orang tuanya dengan dilihat oleh beberapa orang saksi bisa melaksanakan pembaptisan darurat. Tetapi segera sesudah sintua tiba di tempat itu, orang tua anak atau keluarga harus melaporkannya kepada Sintua.
16. Sintua juga bertanggungjawab untuk meminta setiap keluarga untuk membuat data-data keluarganya dan kemudian mengumpulkan statistic itu dan melaporkannya kepada Guru Huria atau Pendeta sehingga menjadi dokumen yang resmi. Oleh sebab itu, semua sintua harus menghadiri sermon parhalado, di mana mereka perlu membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan jemaat.