Sermon Khotbah Minggu
XVI setelah Trinitatis tgl 02 Oktober 2022
TAK BERKESUDAHAN KASIH SETIA TUHAN
(NDANG MARPANSOHOTAN ASI NI ROHA NI
TUHAN I)
Ratapan 3 : 19 – 26
PENDAHULUAN
Selama hidup di dunia ini, manusia akan menghadapi
berbagai macam kesulitan dan penderitaan, tanpa kecuali siapa pun orangnya,
termasuk orang Kristen. Banyak jenis kesulitan dan penderitaan, seperti:
kegagalan, penyakit, bencana alam, peperangan, perselisihan, kemiskinan, dan
lain-lain. Beberapa waktu yang lalu penduduk dunia menderita karena pandemi covid-19.
Saat ini penduduk Ukraina menderita karena perang yang sedang berkecamuk. Orang
Kristen pun tidak lepas dari penderitaan; orang Kristen harus memikul salib
karena imannya kepada Yesus Kristus; dibenci banyak orang dan mengalami penganiayaan
(Mat.10:22; 24:9; Luk.9:23). Bagaimana sikap kita, kalau menghadapi
penderitaan? Kita perlu melihat sikap Nabi Yeremia dalam menghadapi
penderitaan.
KETERANGAN
Dalam perikop ini Nabi Yeremia meratap (menangis),
meratapi penderitaan bangsa Israel, dibuang ke Babel sebagai hukuman Tuhan atas
dosa yang mereka perbuat. Mereka dibuang sebagai tawanan, jauh dari kampung
halamannya. Bait Suci yang ada di Yerusalem pun dihancurkan. Bahkan Yeremia
mengalami penderitaan secara pribadi, hanya karena ia menyerukan kepada bangsa
Israel untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Ia pernah dijatuhkan ke dalam
sumur yang penuh dengan lumpur, ia juga mengalami siksaan secara phisik,
pengucilan, bahkan dimasukkan ke dalam penjara. Orang yang menderita luar biasa
seperti ini, bisa stress, frustrasi, bahkan ada yang sampai bunuh diri.
Ratapan pasal 3 ini memuat “Penghiburan dalam penderitaan”
dari Yeremia yang melihat dan mengalami sendiri sengsara dari cambuk murka
Tuhan. Ia dihalau dan dibawa ke dalam kegelapan, dipukul berulang-ulang. Hal
itu menyusutkan daging dan kulitnya, dan tulang-tulangnya pun dipatahkan. Hidup
ini bagai tembok yang mengepung dengan derita. Yang paling menyedihkan, Tuhan
tidak mau lagi mendengarkan doanya (ay 8), dan ia terperosok dalam gelap kematian.
Dari ratapan ini semakin jelas betapa hebat sengsara itu menghabisi pengharapannya.
Dalam ayat 18 dikatakan: “Sangkaku, hilang lenyaplah kemasyuranku dan harapanku
kepada Tuhan.” Yeremia tanpa harapan, dan tragedi hidup manusia seperti ini
terus berlangsung di bumi ini sampai sekarang.
Namun di ayat 19 ia tidak lagi meratap; ia sudah berdoa:
“Ingatlah akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu.” Di dalam
ayat 22-23 ia tidak lagi merengek-rengek, tetapi ia sudah berdiri dengan statement
dan kesaksian baru: “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya
rahmatNya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaanMu!” Nabi Yeremia ingin agar bangsa
itu mengetahui bahwa masih ada harapan; mereka masih dapat berharap kepada
Tuhan akan hari esok yang lebih baik. Murka Tuhan tidak berlangsung untuk selamanya,
hanya sesaat saja, tetapi kasihNya yang besar tidak pernah berakhir (ayat 22).
Hal ini sebagai bukti, bahwa kasih Allah jauh lebih besar dari pada murkaNya. Tuhan
itu baik dan pemurah kepada orang yang menantikan Dia dalam kerendahan hati dan
penyesalan (ayat 24 – 27). “Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap
kepadaNya,…” (ayat 25). Tuhan akan menunjukkan belas kasihNya kepada orang yang
menderita, kalau maksudNya dalam menghukum sudah tercapai (ayat 28 – 33).
Lalu, apa tindakan kita di tengah penderitaan yang
menerpa: [1] Berharap pada Tuhan (ayat 22, 24); [2] Jiwa kita mencari Dia (ayat
25); [3] Menanti dengan diam pertolonganNya (ayat 26); [4] Rela memikul kuk pada
masa muda (ayat 27); [5] Berdiam diri jika Tuhan membebankannya (ayat 28); [6]
Merebahkan diri dengan muka dalam debu (ayat 29). Mengapa hal itu dapat kita
lakukan? “Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. Karena walau Ia
mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setiaNya. Karena
tidak dengan rela hati Ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia” (ay
31-33). Tuhan adalah Tuhan yang dengan setia mengasihi. Tuhan tidak membiarkan
kita terbenam dalam dosa dan kesengsaraan itu. Tuhan pasti akan menolong kita.
RENUNGAN
Bila kita kembali kepada pertanyaan di atas: Bagaimana
sikap kita dalam menghadapi penderitaan? Maka kita perlu meneladani apa yang
dilakukan oleh Nabi Yeremia. Ia tidak hanya fokus kepada penderitaannya, tetapi
ia fokus kepada Tuhan dan mengharapkan pertolonganNya. Tuhan itu penuh kasih,
ia tidak akan membiarkan anak-anaknya seorang diri dalam menghadapi
penderitaan. “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmatNya”
(ayat 22). Kita tidak boleh terus-menerus terbenam dalam ratapan derita. Kita
harus bangkit dan melihat rencana Tuhan dalam setiap rentetan sengsara itu.
Tuhan tidak akan membiarkan kita terperosok dalam derita. “Badai pasti berlalu”
– kepahitan dan sengsara akan membawa nikmat, sebab “Tuhan adalah bagianku”,
kata jiwa orang yang berharap kepada Tuhan (ayat 24). AMIN,...! (Pdt. Irma Engelen Purba, S.Th)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar