Renungan / Khotbah Markus 3:31-35, Minggu 3 November 2013
Introitus :
Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu (Kolose 3:15a)
Ogen : Kolose 3 : 12 - 14 (Responsoria); Khotbah : Markus 3 : 31 – 35 (Tunggal)
Tema :
Bersaudara Dalam Nama Yesus (Ersenina Turang Ibas Gelar Jesus)
Renungan
Untuk mengenal seseorang yang baru ketemu dengan kita, mungkin kita bisa
bertanya langsung tentang siapa dia, tinggal dimana, siapa orang
tuanya, apa agamanya, bagaimana dengan pendidikannya, kerohaniannya dan
banyak lagi yang bisa kita tanyakan untuk memperjelas sampai kita bisa
membuat gambaran ‘siapa dia?’. Orang seperti yang kita inginkan atau
tidak. Anak Allah atau tidak menurut penilaian kita.
Bagaimana dengan kita sendiri, siapakah kita sebenarnya? Menurut sikap
dan tindakan-tindakan kita, cara berbicara,kesetiaan kita, sudahkah
mengambarkan anak Allah (bnd. Kej.1:26) yang masuk dalam keluarga Allah?
Kalau masuk dalam keluarga Allah berarti sikap dan tindakan kita bisa
membuktikan seperti yang Allah inginkan sebagai Bapa kita. Jika Allah
adalah Bapa kita maka kita bersaudara dengan Yesus sebab Yesus adalah
anak Allah yang sesungguhnya.
Persoalannya sekarang benarkah kita sudah bisa dikatakan saudara Yesus?
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata saudara berarti orang
yang bertalian keluarga (sedarah, seagama, segolongan, dst). Jika
dilihat dari pengertian saudara ialah orang yang bertalian
keluarga/sedarah, berarti kita tidak layak disebut sebagai saudara Yesus
masuk dalam keluarga Allah. Karena kita tidak sedarah dengan Yesus.
Tetapi kita bisa disebut sebagai saudara Yesus bagian anak-anak Allah
hanya oleh Anugerah Allah. Sebagai anak atau pun saudara Yesus,
bagaimana sikap hidup kita yang bisa memperlihatkan bagian dari keluarga
Allah.
Dalam nas khotbah kita pada hari ini, Tuhan Yesus lebih mempertegas lagi
tentang ciri-ciri persaudaraan kita dengan diriNya. Ketika itu banyak
orang mengerumuni Tuhan Yesus untuk mendengar pengajaran Yesus di sebuah
rumah (rumah Simon Petrus), sehingga ibu dan saudara-saudaraNya (Markus
6:3; Yakobus, Yoses, Yudas, Simon dan saudaraNya perempuan) yang ingin
menemuinya terpaksa berdiri diluar karena sudah tidak bisa lagi untuk
masuk ke dalam rumah. Memang tidak ada penjelasan akan kepentingan ibu
dan saudara-saudara Yesus yang hendak menjumpai Ia. Namun ada 2
kemungkinan tujuan mereka hendak menjumpai Yesus:
- Mereka hendak mengambil Yesus dari orang banyak, sebab Yesus dituduh tidak waras dan kerasukan setan oleh ahli-ahli Taurat (Markus 3:21). Jadi kedatangan mereka dalam rangka menyelamatkan Yesus.
- Ada perasaan memilki akan Yesus sebagai anak dan saudaranya secara fisik, ketika Yesus mulai terkenal di kalangan masyarakat Yahudi sebagai pengajar dan penyembuhsehingga banyak orang yang datang kepadaNya. Kemanapun Yesus pergi orang banyak mengikutiNya. Situasi ini mungkin dimanfaatkan oleh ibu dan saudara-saudara Yesus untuk menunjukkan bahwa mereka lebih berhak atas Yesus. Sehingga untuk berjumpa dengan Yesus, ibu dan saudara-saudaraNya menyuruh orang lain untuk memanggil Yesus, dengan harapan Yesus akan lebih memilih untuk memenuhi panggilan ibu dan saudaraNya. Atau paling tidak Yesus bisa menyuruh kerumunan orang banyak untuk membuka jalan bagi mereka. Tetapi mereka harus kecewa karena Tuhan Yesus tidak memperdulikan mereka. Bahkan Yesus berkata “siapa ibuKu dan siapa saudaraKu.....barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudaraKu laki-laki dan saudaraKu perempuan, dialah ibuKu” (ay. 33-34)
Bagi Yesus dan dalam kerajaanNya ikatan darah tidak berlaku seperti di
dunia, tetapi yang menentukan ialah ikatan iman dan kasih kepada Allah.
Bukan berarti Yesus tidak menghargai Maria ibuNya dan
saudara-saudaraNya. Tapi Yesus mau mengatakan bahwa hubungan darah dan
kekerabatan sangatlah terbatas dan mudah retak. Keinginan ibu Tuhan
Yesus untuk bertemu anakNya adalah wajar. Tetapi di sisi lain, Tuhan
Yesus mau menyatakan kebenaran sejati diberitakan. Hal yang utama
bukanlah mengikuti kehendak jasmani tetapi yang rohani. Sehingga siapa
yang melakukan kehendak Allah adalah saudaraKu dan ibuKu. Iman dan kasih
kepada Tuhan Yesus yang perlu dinyatakan dengan mencari kehendak Allah,
dengan wujud mengasihi semua orang seperti kasih Yesus kepada semua
orang (bnd. Kolose 3:12-14). Bukan hanya kepada orang tertentu, bahkan
kepada orang yang paling hina dan tidak memiliki hubungan kekerabatan
dengan kita. Sebab hal ini sama seperti kita melakukannya terhadap
Yesus. Karena kecenderungan aspek kekerabatan tetap menjadi pertimbangan
dalam memutuskan siapa yang paling layak kita kasihi. Sehingga besar
kemungkinan orang yang tidak sama dengan kita baik suku, agama, derajat,
kelompok, dan lainya besar kemungkinan tidak masuk dalam daftar untuk
kita kasihi.
Andar Ismail dalam bukunya Selamat Berkerabat mengatakan adalah picik
bila kita merasa diri lebih benar daripada orang yang tidak beragama
atau ateis. Memang orang ateis tidak beribadah, tetapi bisa jadi ibadah
mereka diwujudkan dalam bentuk hidup yang jujur, setia dan peduli.
Adalah picik bila kita mengira bahwa Tuhan bersikap baik hanya kepada
kita atau hanya kepada orang yang beragama, padahal kenyataannya “TUHAN
itu baik kepada semua orang…” (Mzm. 145:9).
Jika Yesus sudah menjadikan kita sebagai saudaraNya dan masuk dalam
keluarga Allah. Dengan tidak melihat latar belakang kita, siapa saja
bisa menjadi saudara Yesus, keluarga Allah, karena Ia tidak
memperhitungkan kelahiran secara jasmaniahtapi kelahiran secara rohaniah
(1 Petrus 1:3). Maka hal ini dapat menjelaskan bahwa misi Yesus adalah
membentuk keluarga Allah yang meliputi semua orang, yaitu mereka yang
melakukan kehendak Allah dan hidup saling mengasihi secara damai.
Hubungan ini tidak lagi berdasarkan darah-daging, tetapi karena mau
melakukan kehendak Allah, dan dasar atas segalanya adalah kematian dan
kebangkitan Yesus yang mau melakukan kehendak BapaNya. Mari bersama kita
lakukan kehendak Allah agar kita disebut saudara oleh Yesus dan menjadi
keluarga Allah yang hidup saling mengasihi tampa membedakan, seperti
Yesus yang tidak pernah membedakan kita.
Pdt. Mulianta E. Purba
GBKP Rg.Graha Harapan
Catatan Sermon:
- Sebagai orang yang bersaudara tentu ada “nanamna” (rasanya). Artinya kita menjadi bermakna bagi orang yang lain. Dalam hal ini menjadi teladan, menjadi terdepan melakukan kebenaran Tuhan. Dalam hal ini seperti orang yang memandikan kuda yang memandikan terlebih dahulu ke sungai, bukan sebaliknya.
- Konsekwensi mengikut Yesus adalah kita menjadi saudara kepada semua orang yang melakukan kehendak Allah.
- Ayat 35 maknanya adalah .... suatu penekaanan dari konteks hubungan keluarga bahwa hal yang terpenting adalah melakukan kehendak Allah. Kehendak Allah apakah hanya apa yang dikatakan Yesus? Tidak. Tapi melakukan kebenaran, keadilan, dan kebaikan. Juga ada penekanan bahwa Dia adalah dari Surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar