Pengorbanan Seorang Sahabat
Oleh: Paulus Roi
Dalam buku To End All Wars, Ernest Gordon menceritakan kisah
nyata sekelompok tahanan perang yang bekerja di Jawatan Kereta Api Birma
selama Perang Dunia II. Adegan tersebut menjadi lebih tidak terlupakan
karena difilmkan dengan judul yang sama.
Tugas hari itu sudah selesai; alat-alat yang digunakan sedang
dihitung, seperti biasa. Ketika kelompok itu hampir dibubarkan, sang
tentara Jepang berseru bahwa ada sebuah sekop yang hilang. Ia bersikeras
bahwa salah seorang tahanan telah mencurinya untuk dijual kepada
orang-orang Thailand. Sambil melangkah kian kemari di hadapan para
tahanan itu, ia meneriaki dan mengutuki mereka karena kejahatan mereka,
dan yang paling tidak termaafkan adalah sikap mereka yang tidak tahu
terima kasih kepada Kaisar. Saat ia berteriak-teriak tanpa kendali,
kemarahannya makin menjadi-jadi. Sambil menjerit dengan bahasa Inggris
yang terpatah-patah, ia menuntut agar orang yang bersalah maju satu
langkah ke depan untuk menerima hukumannya. Tidak ada yang bergerak;
kemarahan tentara itu sudah mencapai puncaknya.
“Semua mati! Semua mati!” ia memekik.
Untuk menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh dengan perkataannya, ia
mengangkat senapannya, menaruhnya di bahunya dan membidik, siap untuk
menembak orang pertama yang ada di hadapannya.
Pada saat itu sang Argyll (julukan untuk tentara Skotlandia) maju ke
depan, berdiri dengan tegap dan penuh hormat, dan berkata dengan tenang,
“Saya pelakunya.”
Tentara itu melampiaskan seluruh kebenciannya yang telah memuncak; ia
menendang tahanan yang tidak berdaya itu dan memukulnya dengan
tinjunya. Sang Argyll tetap saja berdiri dengan tegap dan penuh hormat,
dengan darah mengucur di wajahnya. Ketenangannya membuat amukan si
tentara semakin menjadi-jadi. Sambil memegang laras senapannya, ia
mengangkat senapan itu tinggi-tinggi di atas kepalanya dan sambil
meraung, ia menghantamkan gagang senapan itu ke tengkorak si Argyll,
yang langsung limbung dan terkapar di tanah, tidak bergerak. Meskipun
jelas bahwa ia sudah mati, si tentara terus memukulinya dan baru
berhenti ketika ia sudah lelah.
Para pekerja mengangkat mayat rekan mereka, menggantungkan peralatan
mereka di bahu dan melangkah dalam barisan untuk kembali ke kamp. Ketika
peralatan itu dihitung sekali lagi di rumah jaga, tidak ada sekop yang
hilang.
Tentara itu telah salah menghitung. Sang prajurit muda yang maju ke
depan tidak mencuri sebuah sekop. Ia memberikan nyawanya untuk
teman-temannya.
Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih
seorang yang menyerahkan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13).
Itulah ekspresi kasih yang paling agung. Ya, kasih sejati tidak mencari
keuntungan bagi diri sendiri. Sebaliknya, kasih sejati senantiasa
berusaha memberikan keuntungan bagi orang yang dikasihi. Bila perlu,
kasih sejati akan rela mengorbankan segala sesuatu, bahkan nyawanya
sendiri, bagi orang yang dikasihi itu.
Yesus tidak hanya mengajarkan konsep kasih yang sejati. Lebih
daripada itu, Ia juga melakukannya. Ia, yang adalah Allah mulia, rela
turun ke dunia mengambil rupa manusia yang hina, hidup di antara manusia
berdosa, dan menjalani hidup yang menderita sampai akhirnya mati secara
terhina di atas kayu salib. Ia telah mengorbankan segala kemuliaan-Nya
dan bahkan nyawa-Nya sendiri bagi kita, umat yang sedemikian
dikasihi-Nya. Semua itu dilakukan-Nya demi menyelamatkan kita dari murka
dan hukuman Allah.
Kita telah mendengar ajaran Yesus tentang kasih. Bahkan, kita telah
menerima dan mengalami kasih Kristus yang sungguh mulia itu.
Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita, yang mengaku sebagai umat tebusan
Kristus, mengikuti pengajaran dan teladan Yesus itu? Sudahkah kita
memiliki kasih dan kepedulian pada orang-orang di sekitar kita yang
menderita? Beranikah kita berkorban untuk menolong mereka?
Ingatlah, sebagaimana Kristus telah mengasihi kita, kita pun harus
mengasihi sesama kita. Sebagaimana Kristus rela berkorban demi
keselamatan kita, kita pun harus rela berkorban demi keselamatan sesama
kita.
Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. (1 Yoh 3:16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar