Membangun Persekutuan yang
Saling mengasihi
(Kisah Para Rasul 4:32-37)
Saudara yang terkasih di dalam Kristus
Yesus, sungguh damai, nyaman, dan tentram kehidupan persekutuan dalam kehidupan
berjemaat. Kesan rasa kepemilikan dan kebersamaan sangat dijungjung tinggi.
Menjadi sukacita yang luar biasa dialami oleh jemaat dan para rasul dalam
kehidupan berjemaat pada cara hidup jemaat mula-mula. Pun menjadi kesukaan
Jemaat untuk mendengar berita atas kuasa kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Dalam
kebersamaan, kehidupan jemaat tidak hidup dalam persoalan perhitungan yang
berorientasi kepada ketakutan dan kecemasan. Akan tetapi Jemaat dalam
persekutuan yang saling mengasihi, mereka hidup saling memberi dalam sehati dan
sejiwa.
Membangun persekutuan yang saling
mengasihi di dalam sehati dan sejiwa. Kesatuan hati dan pikiran serta
seperasaan menjadi karakteristik bagi jemaat mula-mula. Demikian juga yang
dikatakan rasul Paulus kepada Jemaat Korintus dengan berkata, sehati sepikirlah
kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera. (2 Kor. 13:11). Inilah yang membuat
persekutuan umat bersinar dan menjadi sumber kebahagiaan pada umat di masa itu.
Jemaat sangat jauh dari intimidasi percekcokan, perpecahan, perselisihan, dan
iri hati karena persekutuan umat itu dibangun diatas prinsip sehati dan sejiwa.
Ini jugalah disebut sebagai ikatan dalam persekutuan. Tidak akan ada
persekutuan jika prinsip sehati dan sejiwa tidak dipertahankan.
Kesaksian jemaat mula-mula pun
mengatakan bahwa segala yang mereka miliki dan diserahkan kepada persekutuan
melalui para Rasul menjadi milik bersama. Melalui sikap ini, tidak akan
menimbulkan kesombongan rohani dan kasta diantara umat, sebab tidak seorang pun
yang berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri melainkan
menjadi kepunyaan mereka bersama. Jika hal ini menjadi perenungan bagi kita,
tentulah kita mengimani dengan berkata bahwa segala harta milik kita berasal
dari Tuhan dan harus kembali kepada-Nya sebagai kemuliaan akan Dia melalui
persekutuan. Kini Gereja bertumbuh dengan sebutan persekutuan orang-orang
kudus. Melalui persekutuan Gereja sebagai persekutan orang-orang kudus, kita
datang kepada-Nya dan menyerahkan pemberian (persembahan) kita kepada-Nya
sebagai bagian ungkapan syukur kita. Juga dalam teologi persembahan HKBP mengatakan
bahwa persembahan itu didoakan untuk pekerjaan dan pelayanan Kerajaan Tuhan di
dunia ini.
Cara hidup Jemaat dalam membangun
persekutuan yang saling mengasihi memberikan semangat, motivasi, dan keberanian
yang luar biasa untuk memberitakan dan mengakui pengajaran di depan umum.
Pemberitaan itu selalu mengumandangkan kesaksian tentang kebangkitan Tuhan
Yesus. Inilah menjadi dasar pemberitaan para Rasul dan juga menjadi pengharapan
yang menguatkan hati jemaat di dalam persekutuan yang saling mengasihi. Para
Rasul tidak mengumandangkan akan dirinya sendiri akan tetapi meninggikan dan
memuliakan Yesus di dalam kebangkitan-Nya yang disebut sebagai Anak Allah. Di
atas kesaksian itu, mereka merasa hidup di dalam kasih karunia yang
melimpah-limpah.
Pada kondisi keadaan jemaat mula-mula
ini mengajarkan kepada kita bahwa tidak semua hukum memberi maka kekurangan itu
menjadi benar. Justru umat menaruh kerinduannya untuk memberi di dalam
persekutuan itu dan tidak pernah mengeluh akan suatu kekurangan. Berita itu pun
telah menggambarkan kesaksian seorang Lewi dari Siprus itu.
Saudara yang terkasih di dalam Kristus
Yesus, prinsip membangun persekutuan yang saling mengasihi terdengar sangat
jelas pada khotbah di minggu Quasimodogeniti hari ini. Dalam 1 Petrus 2:2
mengatakan, “Seperti bayi yang baru lahir, hendaklah kamu menginginkan susu
rohani yang murni supaya kamu bertumbuh dalam keselamatanmu”. Minggu
Quasimodogeniti mengajak kita menjadi pribadi yang murni dan haus akan
kehidupan rohani itu. Dalam hal ini, kita tidak mengatakan dan mengukur segala
hal yang telah kita terima dan berikan kepada Tuhan melalui persekutuan-Nya,
akan tetapi menjadi panggilan rohani kita untuk dapat memberi sebagai bagian
dari pertumbuhan iman kita. Bukan persoalan banyak atau sedikit yang kita beri,
tetapi hal pemberian itu berangkat dari kesadaran spiritualitas kita bahwa
Tuhan telah memberikan banyak kepada kita. Kita tentu mengetahui bahwa semua
itu berdasarkan prinsip sehati dan sejiwa umat dalam persekutuan. Amin
Penulis
khotbah
Diak.
R. Hutagaol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar