Sabtu, 04 September 2021

Khotbah Kisah Para Rasul 4:32-37 MEMBANGUN PERSEKUTUAN YANG SALING MENGASIHI

 

Membangun Persekutuan yang Saling mengasihi

(Kisah Para Rasul 4:32-37)

 

Saudara yang terkasih di dalam Kristus Yesus, sungguh damai, nyaman, dan tentram kehidupan persekutuan dalam kehidupan berjemaat. Kesan rasa kepemilikan dan kebersamaan sangat dijungjung tinggi. Menjadi sukacita yang luar biasa dialami oleh jemaat dan para rasul dalam kehidupan berjemaat pada cara hidup jemaat mula-mula. Pun menjadi kesukaan Jemaat untuk mendengar berita atas kuasa kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Dalam kebersamaan, kehidupan jemaat tidak hidup dalam persoalan perhitungan yang berorientasi kepada ketakutan dan kecemasan. Akan tetapi Jemaat dalam persekutuan yang saling mengasihi, mereka hidup saling memberi dalam sehati dan sejiwa.

Membangun persekutuan yang saling mengasihi di dalam sehati dan sejiwa. Kesatuan hati dan pikiran serta seperasaan menjadi karakteristik bagi jemaat mula-mula. Demikian juga yang dikatakan rasul Paulus kepada Jemaat Korintus dengan berkata, sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera. (2 Kor. 13:11). Inilah yang membuat persekutuan umat bersinar dan menjadi sumber kebahagiaan pada umat di masa itu. Jemaat sangat jauh dari intimidasi percekcokan, perpecahan, perselisihan, dan iri hati karena persekutuan umat itu dibangun diatas prinsip sehati dan sejiwa. Ini jugalah disebut sebagai ikatan dalam persekutuan. Tidak akan ada persekutuan jika prinsip sehati dan sejiwa tidak dipertahankan.

Kesaksian jemaat mula-mula pun mengatakan bahwa segala yang mereka miliki dan diserahkan kepada persekutuan melalui para Rasul menjadi milik bersama. Melalui sikap ini, tidak akan menimbulkan kesombongan rohani dan kasta diantara umat, sebab tidak seorang pun yang berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri melainkan menjadi kepunyaan mereka bersama. Jika hal ini menjadi perenungan bagi kita, tentulah kita mengimani dengan berkata bahwa segala harta milik kita berasal dari Tuhan dan harus kembali kepada-Nya sebagai kemuliaan akan Dia melalui persekutuan. Kini Gereja bertumbuh dengan sebutan persekutuan orang-orang kudus. Melalui persekutuan Gereja sebagai persekutan orang-orang kudus, kita datang kepada-Nya dan menyerahkan pemberian (persembahan) kita kepada-Nya sebagai bagian ungkapan syukur kita. Juga dalam teologi persembahan HKBP mengatakan bahwa persembahan itu didoakan untuk pekerjaan dan pelayanan Kerajaan Tuhan di dunia ini.

Cara hidup Jemaat dalam membangun persekutuan yang saling mengasihi memberikan semangat, motivasi, dan keberanian yang luar biasa untuk memberitakan dan mengakui pengajaran di depan umum. Pemberitaan itu selalu mengumandangkan kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus. Inilah menjadi dasar pemberitaan para Rasul dan juga menjadi pengharapan yang menguatkan hati jemaat di dalam persekutuan yang saling mengasihi. Para Rasul tidak mengumandangkan akan dirinya sendiri akan tetapi meninggikan dan memuliakan Yesus di dalam kebangkitan-Nya yang disebut sebagai Anak Allah. Di atas kesaksian itu, mereka merasa hidup di dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.

Pada kondisi keadaan jemaat mula-mula ini mengajarkan kepada kita bahwa tidak semua hukum memberi maka kekurangan itu menjadi benar. Justru umat menaruh kerinduannya untuk memberi di dalam persekutuan itu dan tidak pernah mengeluh akan suatu kekurangan. Berita itu pun telah menggambarkan kesaksian seorang Lewi dari Siprus itu.

Saudara yang terkasih di dalam Kristus Yesus, prinsip membangun persekutuan yang saling mengasihi terdengar sangat jelas pada khotbah di minggu Quasimodogeniti hari ini. Dalam 1 Petrus 2:2 mengatakan, “Seperti bayi yang baru lahir, hendaklah kamu menginginkan susu rohani yang murni supaya kamu bertumbuh dalam keselamatanmu”. Minggu Quasimodogeniti mengajak kita menjadi pribadi yang murni dan haus akan kehidupan rohani itu. Dalam hal ini, kita tidak mengatakan dan mengukur segala hal yang telah kita terima dan berikan kepada Tuhan melalui persekutuan-Nya, akan tetapi menjadi panggilan rohani kita untuk dapat memberi sebagai bagian dari pertumbuhan iman kita. Bukan persoalan banyak atau sedikit yang kita beri, tetapi hal pemberian itu berangkat dari kesadaran spiritualitas kita bahwa Tuhan telah memberikan banyak kepada kita. Kita tentu mengetahui bahwa semua itu berdasarkan prinsip sehati dan sejiwa umat dalam persekutuan. Amin

 

Penulis khotbah

Diak. R. Hutagaol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar